Bappenas: 700 Ribu Anak Dunia Stunting selama Pandemi Covid-19

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Petugas Posyandu memberikan vitamin A pada balita di Posyandu Bougenvile, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (25/2/2020).
9/6/2020, 15.51 WIB

Pandemi Covid-19 mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada bertambahnya kasus stunting atau kondisi gagal pertumbuhan pada anak.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan terdapat tambahan 700 ribu anak mengalami stunting selama pandemi sehingga jumlahnya kini menjadi 144 juta anak di dunia yang menderita kondisi gagal pertumbuhan. 

"Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia, ada 0,7 juta tambahan anak yang stunting di dunia karena penurunan perekonomian 1% di dunia akibat Covid-19," ujar Suharso dalam Bicara Data Virtual series "Strategi Besar Pemulihan Nasional Pasca Pandemi" oleh Katadata.co.id, Selasa (9/6).

(Baca: Tekan Stunting, Bulog Target Salurkan 20% Beras Bervitamin Lewat BPNT)

Jumlah tersebut menunjukkan 1 dari 5 anak di dunia mengalami kondisi gagal pertumbuhan. Selain itu, Suharso menyebut tercatat pula 820 juta penduduk dunia saat ini mengalami kelaparan. "Sehingga akibat Covid-19 ini memang sangat bahaya," kata dia.



Di Indonesia sendiri, dirinya menilai angka stunting cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, 28 dari 100 balita mengalami stunting pada 2019.

Dengan jumlah tersebut, prevalensi balita stunting pada 2019 yakni 27,7%. Prevalensi tersebut pun masih cukup tinggi jika dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

Suharso menyebut, target penurunan angka stunting pada 2024 telah ditetapkan sebesar 14%. "Ini tidak akan berubah dan berusaha kita turunkan dari 27%," ujarnya.

(Baca: Lawan Stunting, Pemerintah Siap Sertifikasi Pasangan yang Akan Menikah)

Berdasarkan data Bappenas, permasalahan stunting di Indonesia terjadi hampir di seluruh wilayah dan kelompok sosial ekonomi. Potensi kerugian ekonomi akibat masalah ini mencapai 2%-3% produk domestik bruto, atau Rp 260 triliun hingga Rp 390 triliun per tahunnya.

Adapun dampak stunting pada kualitas sumber daya manusia mengakibatkan gagal tumbuh seperti berat lahir rendah, kecil, kurus, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, gangguan metabolik saat dewasa, dan resiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan jantung.

Tahun ini, pemerintah terus berusaha menurunkan angka stunting dengan menetapkan 260 kabupaten prioritas. Untuk mencapai target, pada 2021 ditetapkan 360 kabupaten/kota wilayah prioritas penanganan stunting, serta 514 kabupaten/kota pada 2023 dan 2024.

(Baca: Stunting Ancam Bonus Demografi )

Reporter: Agatha Olivia Victoria