Modal Asing Masuk Masih Seret Meski Imbal Hasil Surat Utang RI Menarik

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Ilustrasi. BI mencatat, aliran modal asing yang masuk lewat pasar surat berharga negara Rp 1,06 triliun sepekan kemarin
26/6/2020, 07.53 WIB

Aliran modal asing yang masuk hingga saat ini dinilai masih seret meski imbal hasil atau yield  surat utang  Indonesia sangat menarik jika dibandingkan negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat.

Kepala Makro Ekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan rendahnya yield di berbagai negara seharusnya bisa menjadi peluang masuknya modal asing ke Tanah Air. "Namun menurut saya asing itu belum begitu banyak masuk," ujar Budi dalam Bicara Data Virtual Series "Perlukah 'Helicopter Money' saat krisis Covid-19?", Kamis (25/6).

BI mencatat, aliran modal asing yang masuk lewat pasar surat berharga negara Rp 1,06 triliun sepekan kemarin. Namun, terdapat aliran modal asing keluar Rp 2,15 triliun dari pasar saham pada saat yang bersamaan. Dengan demikian, masih tercatat nett outflow Rp 142,16 triliun di pasar keuangan domestik sepanjang tahun ini.

Bank sentral juga mencatat yield SBN 10 tahun RI naik dari 7,13% menjadi 7,15% pada akhir pekan kemarin. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari yield US Treasury Note 10 tahun yang ada di level 0,708%.

(Baca: IMF Pangkas Ramalan Ekonomi RI jadi Minus, BI Optimistis Masih Positif)

Budi menilai tren aliran modal asing yang keluar cukup deras memang sudah kerap terjadi di Indonesia sejak 4 tahun terakhir, bersamaan dengan kerap mengalir derasnya dana-dana tersebut. Maka dari itu, dirinya tak begitu khawatir dengan aliran modal asing yang keluar masuk RI. Apalagi, ketidakpastian yang melanda ekonomi dunia akibat virus corona saat ini masih berlangsung.

"Tapi kami lihat sepekan ini ada beberapa investor asing sudah call untuk buying di Indonesia," kata dia.

Ia pun berharap BI dapat melakukan langkah antisipatif. Salah satunya, dengan sesegera mungkin membeli surat berharga negara yang dilepas oleh investor asing sehingga nilai tukar rupiah juga bisa berpeluang semakin menguat.

Hingga akhir Mei, bank sentral mencatat telah mengantongi SBN mencapai Rp 443,48 triliun. Surat utang pemerintah tersebut berasal dari pembelian di pasar primer maupun sekunder.

Dari jumlah tersebut, Rp 34,05 triliun atau 7,6% dibeli dari pasar perdana selama tahun ini. Keseluruhan SBN yang dimiliki bank sentral akan digunakan untuk operasi moneter.

(Baca: BI Bersedia Berbagi Beban dengan Pemerintah untuk Pulihkan Ekonomi)

Adapun salah satu operasi moneter yang dilakukan BI menggunakan SBN, yakni repurchase agreement atau repo. Kebijakan tersebut bertujuan menyerap maupun menambah likuiditas pasar keuangan dan perbankan.

Pada tahun ini saja, otoritas moneter telah membeli SBN sebesar Rp 200,25 triliun. Dari jumlah tersebut, surat utang yang dibeli BI di pasar perdana sebelum UU Nomor 2 tahun 2020 yakni Rp 10,07 triliun, setelah UU Nomor 2 tahun 2020 Rp 23,98 triliun, dan dari pasar sekunder Rp 166,20 triliun.

Sebelum UU Nomor 2 tahun 2020, BI hanya diperbolehkan membel SBSN jangka pendek di bawah 1 tahun dari pasar perdana untuk instrumen moneter keuangan syariah.

Reporter: Agatha Olivia Victoria