Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan telah melunasi utang klaim rumah sakit, setelah menerima dana iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 4,05 triliun dari pemerintah.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, posisi utang klaim rumah sakit BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 tercatat sebesar Rp 3,7 triliun. Oleh karena itu, saat iuran PBI diterima, pihaknya langsung mendistribusikan uang tersebut untuk melunasi tagihan klaim seluruh rumah sakit.
"Sehingga, BPJS Kesehatan sudah tidak ada utang jatuh tempo kepada rumah sakit," kata Iqbal kepada Katadata.co.id, Senin (6/7).
Sementara, sisa dana iuran PBI sekitar Rp 350 miliar bersama dengan penerimaan iuran lainnya, akan dimanfaatkan BPJS Kesehatan untuk menjaga agar pembayaran klaim dapat dilakukan tepat waktu sesuai dana yang tersedia.
Ia menilai, penerimaan iuran PBI di muka menunjukkan dukungan dan komitmen pemerintah membantu likuiditas dana jaminan sosial kesehatan. Langkah tersebut, sekaligus mampu menjaga likuiditas rumah sakit di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Di sisi lain, BPJS Kesehatan memandang, melalui penyesuaian iuran, pemerintah berkomitmen memastikan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), dan memperbaiki layanannya.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, per 1 Juli 2020 iuran JKN-KIS bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas 1, Rp 100.000 untuk kelas 2, dan Rp 42.000 untuk kelas 3.
(Baca: Kemenkeu Alokasikan Rp 3 T untuk Subsidi Peserta Mandiri Kelas 3 BPJS)
Khusus untuk kelas 3, peserta hanya membayar sebesar Rp 25.500, sementara sisanya Rp 16.500 tahun ini ditanggung oleh pemerintah.
“Dengan berlakunya nominal iuran yang baru, diharapkan akar masalah defisit BPJS Kesehatan bisa mulai terurai," ujarnya.
Per 31 Mei 2020, kolektabilitas iuran PBPU yang semula berkisar di angka 60% naik menjadi 73,68%. Hal tersebut, dikatakan Iqbal, menunjukkan kesadaran peserta JKN-KIS membayar iuran semakin meningkat.
Iqbal pun mengingatkan, bahwa untuk menjaga keberlangsungan Program JKN-KIS, bukan hanya pemerintah saja yang berkontribusi melainkan masyarakat juga harus ambil bagian.
"Dimulai dari hal yang sederhana saja, misalnya mendaftarkan diri dan keluarga menjadi peserta JKN-KIS selagi sehat, membayar iuran JKN-KIS secara rutin, tepat waktu, dan tidak menunggak, serta menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih," ujarnya.
Dari 220,6 juta peserta JKN-KIS, tercatat sekitar 60% peserta dibiayai oleh pemerintah. Tercatat pemerintah menanggung iuran JKN-KIS 96,8 juta penduduk miskin, dan tidak mampu, lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kemudian, ada 37,3 juta penduduk yang iuran JKN-KIS dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sebagai gambaran, pada 2019 total biaya yang dibayar pemerintah untuk segmen PBI lewat APBN mencapai Rp 48,71 triliun. Sementara, tahun ini pemerintah akan membiayai segmen PBI melalui APBN sebesar Rp 48,74 triliun. Ini belum termasuk segmen PBI yang dibiayai melalui APBD.
(Baca: Sri Mulyani Tambah Anggaran Kemenkes Rp 25 T untuk Penanganan Covid-19)