Penyerapan anggaran kesehatan Covid-19 baru mencapai 5,12% dari total alokasi Rp 87,55 triliun. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan penyebab realisasi anggaran yang masih rendah antara lain lantaran jumlah pasien yang masih sedikit.
"Kalau penyerapan kurang berarti pasien yang sakit sedikit. Kalau santunan untuk tenaga medis penyerapannya kurang, berarti yang meninggal sedikit," ujar Terawan dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (15/7).
Total kasus positif corona hingga kemarin (15/7) mencapai 78.572 kasus. Sebanyak 37.636 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh dan 3.710 orang meninggal dunia, sementara sisanya masih menjalani perawatan seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.
Sebaliknya, menurut dia, serapan anggaran kesehatan Covid-19 akan banyak jika memang pasien yang sakit dan tenaga medis yang meninggal dunia lebih banyak. Adapun sosialisasi untuk menggunakan masker dan berbagai protokol kesehatan lainnya akan diintensifkan sehingga jumlah kasus dapat menurun dan berpengaruh pada kebutuhan anggaran kesehatan.
"Karena ini memang berbeda dengan belanja modal dan barang," katanya.
(Baca: Kasus Corona Terus Naik, Pelanggar Protokol Kesehatan akan Kena Sanksi)
Namun berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia pada Minggu (12/7), setidaknya terdapat 61 dokter yang meninggal saat terkonfirmasi Covid-19 maupun berstatus dalam pengawasan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia juga mencatat 39 perawat telah meninggal dengan penyebab yang sama.
Selain menyebut penyerapan anggaran rendah terkait dengan jumlah pasien, Terawan mengatakan pihaknya juga memastikan pembayaran jasa rumah sakit dilakukan secara hati-hati untuk memastikan tak terjadi moral hazard. Insentif tenaga medis juga dipastikan tepat sasaran.
Saat ini, pencairan insentif tenaga medis juga terbagi dua, yakni di pusat dan daerah. Perinciannya, sebesar Rp 1,9 triliun untuk tenaga kesehatan pusat dan Rp 3,7 triliun untuk tenaga medis daerah.
Meski demikian, ia menegaskan akan terus berusaha dan berjuang agar penyerapan anggaran kesehatan penanganan Covid-19 tetap bisa berjalan dengan baik. "Kami juga tidak ingin lepas dari akuntabilitas dan menjaga efektivitas anggaran," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyatakan telah merealisasikan anggaran sebesar Rp 468 miliar untuk tenaga medis yang terkait dalam penanganan virus corona hingga Jumat (3/7). Angka ini baru mencapai 8,36% dari total anggaran pemerintah untuk insentif tenaga kesehatan dalam penanganan corona sebesar Rp 5,6 triliun.
"Insentif pusat dan daerah yang sudah diberikan sebesar Rp 468 miliar," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (3/7).
(Baca: Sri Mulyani: Insentif Tenaga Kesehatan Belum Semua Cair karena Data)
Menurut Abdul, insentif tersebut telah diberikan kepada 148.375 tenaga kesehatan. Perinciannya, 79.252 tenaga kesehatan di pusat dan 69.123 tenaga kesehatan di daerah.
Untuk mempercepat proses pencairan insentif, Kemenkes telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/392/2020. Beleid tersebut merupakan revisi dari Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020. Abdul mengatakan, perbedaan dua Kepmenkes tersebut ada pada proses verifikasi dokumen pengajuan insentif.
Pada Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020, proses verifikasi dokumen pengajuan insentif dilakukan dari tahap fasilitas layanan kesehatan atau dinas kabupaten/kota, provinsi, dan Kemenkes baru kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sementara dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/392/2020, proses verifikasi dokumen pengajuan insentif hanya sampai di tingkat dinas provinsi. Setelah itu, dokumen pengajuan insentif dapat langsung diserahkan kepada Kemenkeu.
Lebih lanjut, pengajuan insentif tak hanya bisa dilakukan oleh rumah sakit rujukan corona saja. Kepmenkes teranyar itu juga memberikan kesempatan kepada rumah sakit manapun mengajukan insentif bagi tenaga kesehatannya selama ikut menangani corona.