Pertumbuhan Ekonomi Diramal Minus 6%, Indonesia Masuk Resesi Teknikal

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.
Ilustrasi, aktivitas ekonomi di pasar tradisional. Perekonomian Indonesia diramal terkontraksi hingga minus 6% karena melambatnya aktivitas ekonomi imbas pandemi corona.
4/8/2020, 14.06 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 pada Rabu 5 Agustus 2020. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal minus 4% hingga minus 6%.

Direktur Eksekutif Center Of Reform on Economic Mohammad Faisal mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi negatif tersebut mengingat masih adanya peningkatan kasus positif virus corona atau Covid-19, serta masih diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Tak hanya Indonesia, indikasi pertumbuhan ekonomi negatif juga terlihat di negara lain," kata Faisal, kepada Katadata.co.id, Selasa (4/8).

Ia menilai pemberlakuan PSBB dan lockdown memang meyebabkan transaksi ekonomi turun drastis. Namun jika kebijakan itu bisa dilaksanakan dengan konsisten dan tepat, kontraksi ekonomi bisa cepat pulih dalam jangka pendek seperti yang terjadi di Tiongkok.

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi yang sudah pasti negatif pada kuartal II 2020, Indonesia sudah otomatis masuk ke dalam resesi teknikal.

Ia menjelaskan resesi teknikal merupakan kondisi pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi. Indonesia sudah mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 jika dilihat secara kuartalan.

Sebab perekonomian Indonesia pada kuartal IV 2019 tercatat 4,97% dan kemudian turun pada kuartal I 2020 menjadi 2,97%. Dengan demikian perekonomian sudah turun 2% jika dilihat secara kuartalan. Jika pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi kembali terkontraksi, maka kondisinya sudah masuk resesi teknikal.

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 akan terkontraksi hingga minus 4,7%. Proyeksi Eric ini mempertimbangkan memburuknya kondisi ekonomi global, serta masih tertekannya konsumsi dan investasi domestik.


Apalagi PSBB yang masih berlangsung hingga kini memperlambat aktivitas perekonomian. Dengan perlambatan aktivitas perekonomian, maka konsumsi dan produksi juga melambat. Kendati demikian, ia setuju dengan kebijakan PSBB mengingat pandemi corona harus dikendalikan.

"Memang ada trade off antara pengendalian wabah dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Pemerintah sebelumnya kembali memangkas proyeksi perekonomian pada kuartal II 2020 akibat dampak pandemi virus corona. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut ekonomi domestik dapat terkontraksi hingga minus 4,3%, lebih buruk dari proyeksi sebelumnya yang minus 3,8%.

Menurut Kepala Negara, prediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 2020 ini sudah sangat rendah. Sebab jika dibandingkan dari kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia turun 7,27%.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama masih tercatat sebesar 2,97%, meski jauh di bawah proyeksi awal pemerintah sebesar 4,2%. Jokowi lantas mengatakan tak dapat membayangkan seanjlok apa perekonomian Indonesia jika pemerintah melakukan karantina atau lockdown.

"Kalau kita dulu lockdown gitu mungkin bisa minus 17%," kata Jokowi. saat memberi pengarahan kepada para gubernur se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7) sebagaimana dikutip dari laman Setkab.go.id.

Sementara Bank Indonesia (BI) memprediksi ekonomi domestik pada kuartal kedua akan terkontraksi hingga minus 4%. Proyeksi ini tak berbeda jauh dengan ramalan pemerintah sebesar minus 4,3%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria