Badan Pusat Statistik mencatat perekonomian Indonesia terkontraksi 5,32% pada kuartal II 2020. Kepala BPS Suhariyanto menyebut kontraksi tersebut merupakan yang paling dalam sejak kuartal I 1999. Pada saat itu, ekonomi Indonesia minus 6,13%.
"Itu saat krisis ekonomi," kata Suhariyanto dalam konferensi virtual, Rabu (5/8).
Dari 17 sektor lapangan usaha, 10 sektor mengalami kontraksi. Sementara itu, 6 sektor usaha tumbuh melambat dan hanya satu sektor yang tumbuh meningkat dari periode yang sama tahun lalu.
Suhariyanto mengungkapkan sektor transportasi & pergudangan menjadi yang paling anjlok yakni minus 30,84%. Hal tersebut seiring dengan imbauan pemerintah dalam penerapan work from home dan school from home sebagai salah satu langkah pencegahan penyebaran Covid-19. Selain itu, terdapat dampak kebijakan pemerintah untuk penerapan larangan mudik Idul Fitri 1441 H hingga penurunan aktivitas kargo pada masa pandemi.
"Sehingga kontraksi sektor ini terjadi pada semua moda transportasi," ujarnya.
Angkutan udara menjadi subsektor yang paling tajam penurunannya mencapai 80,23%, disusul angkutan rel 63,75%, pergudangan dan jasa penunjang angkutan pos dan kurir 38,69%, angukatn sungai danau dan penyebrangan 26,66%, angkutan darat 17,65%, serta angkutan laut 17,48%.
Selain sektor transportasi, akomodasi & makan minum menjadi yang paling jeblok pada triwulan II 2020 yakni minus 22,02%. Penyebabnya, penurunan jumlah wisatawan, penutupan tempat rekreasi dan hiburan, hingga perubahan pola konsumsi, memasak, dan makan di rumah masyarakat semenjak pandemi berlangsung.