Mampu Tahan dari Krisis, Investasi Sektor Pertanian Harus Ditingkatkan

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/wsj.
Petani memanen padi di sebuah sawah di samping gedung sekolah dan perkantoran di Paron, Ngawi, Jawa Timur. Sektor pertanian mampu bertahan dari krisis dan masih mencatatkan pertumbuhan pada kuartal II 2020.
Penulis: Rizky Alika
6/8/2020, 08.54 WIB

Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang berhasil tumbuh positif di tengah kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2020 yang mencapai 5,32%. Pengamat pun mendorong pemerintah agar meningkatkan investasi di sektor ini karena daya tahannya terhadap pandemi corona.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sektor pertanian pada triwulan II 2020 tumbuh 2,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun, sektor ini berkontribusi sebesar 15,46% kepada struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Nilai ini meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 13,57%.

Selain itu, data BPS juga menunjukkan bahwa sektor ini merupakan satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan di antara lima sektor terbesar di Indonesia, yaitu industri yang terkontraksi 6,19%, perdagangan 7,57%, konstruksi 5,39%, dan pertambangan 2,72%.

“Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian cukup resilient selama masa krisis seperti pandemi Covid-19," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, seperti dikutip dari keterangannya, Rabu (5/8).

Dia mengatakan bahwa sektor pertanian dan rantai pasoknya dikecualikan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Walaupun terkena dampak dari pemeriksaan di pos pemeriksaan, pangan merupakan kebutuhan pokok yang ketersediaannya diprioritaskan.

Felippa mengatakan, ada beberapa hal yang memengaruhi pertumbuhan sektor pertanian. Pertama, sektor pertanian memproduksi makanan sebagai kebutuhan primer sehingga permintaannya cenderung tetap stabil.

Beberapa komoditas yang bukan makanan pokok seperti peternakan, ada penurunan sebesar 1,83% secara tahunan. Namun untuk komoditas pertanian lainnya tetap meningkat.

Kedua, sektor pertanian juga cenderung mudah beradaptasi dengan protokol kesehatan dibandingkan dengan sektor lain. Dia menilai, kegiatan di sawah dan lingkungan terbuka serta kemampuan menjaga jarak saat bertani membuat resiko penularan Covid-19 rendah.

Di sisi lain, Felippa menyebutkan pandemi juga membuat banyak orang yang beralih ke sektor pertanian. Hal tersebut terbukti dari sub sektor jasa pertanian dan perburuan yang meningkat 2,36% secara tahunan.

Untuk itu, dibutuhkan peningkatan investasi ke sektor pertanian. Asian Development Bank (ADB) mencatat investasi di sektor pertanian Indonesia sebesar Rp 400 triliun yang sebagian besar berasal dari petani di 2016. Investasi asing hanya menyumbang kurang dari 5%.

Meski begitu, dia menilai peraturan yang berlaku tidak ramah terhadap masuknya investasi di sektor pertanian. Salah satunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura di Pasal 33 membatasi penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri.

Selain itu, Pasal 100 dalam aturan tersebut membatasi penanaman modal asing hanya untuk usaha besar dengan porsi modal paling besar 30%. Penanam modal asing juga wajib menempatkan dana di bank dalam negeri sebesar kepemilikan modalnya.

Terpisah, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto menyatakan, Indonesia perlu fokus pada pengembangan sektor pertanian. Langkah tersebut dinilai tepat lantaran sektor tersebut mengalami kenaikan PDB yang signifikan.

"Jika sektor pertanian dikembangkan lebih besar lagi, pasti dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak," ujar Riyanto.

Menurutnya, industrialisasi juga harus diikuti dengan peningkatan industri pertanian. Oleh karena itu, Riyanto berharap infrastruktur yang sudah ada diarahkan untuk membangun infrastruktur pertanian dan pedesaan.

Reporter: Rizky Alika