Kabar Buruk Pemulihan Ekonomi di Balik Surplus Neraca Perdagangan

123RF.com/Cheangchai Noojuntuk
Ilustrasi. Neraca perdagangan pada Januari-Agustus 2020 surplus US$ 11,05 miliar.
Penulis: Agustiyanti
15/9/2020, 20.39 WIB

Surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Agustus 2020 sebesar US$ 11,05 miliar tak berarti kabar baik bagi perekonomian. Surplus terjadi karena kinerja impor yang lebih jeblok dibandingkan ekspor akibat pandemi Covid-19. 

Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Anton Hendranata menjelaskan, perekonomian Indonesia hingga kini masih mengandalkan impor. Sebagian besar bahan baku/penolong untuk produksi domestik berasal dari impor.

Oleh karena itu, penurunan impor bahan baku dan barang modal yang masih cukup dalam secara tahunan sebenarnya menunjukkan permintaan domestik yang masih sangat lemah. "Ini harus disikapi dengan hati-hati," ujar Anton kepada Katadata.co.id, Selasa (15/9). 

Berdasarkan data BPS,  impor pada Agustus naik 2,65% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 10,74 miliar. Namun, capaian impor tersebut anjlok 24,19% dibandingkan Agustus 2019. Total impor sepanjang Januari-Agustus 2020 juga tercatat turun 18,06% menjadi US$ 92,11 miliar.

Di sisi lain, ekspor pada Agustus tercatat sebesar US$ 13,07 miliar, turun 4,,62% dibandingkan bulan sebelumnya atau 8,36% dibandingkan Agustus 2019. Total ekspor secara kumulatif mencapai US$ 103,61 miliar,  turun 6,51% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Anton menjelaskan kinerja impor sudah menunjukkan tren penurunan sejak Januari 2020 atau sebelum Pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Penurunan impor terutama terjadi pada bahan baku dan barang modal. Sementara itu, data ekspor juga tak menunjukkan perbaikan.

Bercermin dari kinerja ekspor dan impor, Anton memperkirakan pemulihan ekonomi akan jauh lebih lambat dari prediksi semula. Apalagi, DKI Jakarta kembali memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar. Ekonomi pada tahun ini sudah hampir pasti terkontraksi. "Pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah mengendalikan Covid-19," katanya. 

Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai keputusan untuk menerapkan kembali PSBB yang lebih ketat di Jakarta dapat menghambat pemulihan ekonomi domestik. Kinerja impor masih akan lebih rendah dibandingkan ekspor sehingga neraca perdagangan bakal mencatat surplus cukup besar hingga akhir tahun ini. 

"Permintaan dari negara tujuan ekspor seperti Tiongkok dan AS akan mulai menguat seiring pelonggaran lockdown secara global yang mendorong pemulihan ekonomi dan harga komoditas. Ini akan mendukung ekspor," katanya.  

Berlanjutnya ekspor neto yang postif, menurut Andry, juga akan mendorong defisit transaksi berjalan atau current account deficit. CAD yang lebih rendah dapat membantu rupiah lebih stabil di tengah potensi arus modal keluar yang masih tinggi  seiring ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

Bersiap Ekonomi Lebih Buruk 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga melihat potensi kontraksi ekonomi yang lebih dalam pada tahun ini akibat langkah Pemprov Jakarta memperketat kembali PSBB. Ekonomi Jakarta memiliki kontribusi hingga 17% terhadap ekonomi nasional. 

Saat PSBB diberlakukan secara ketat hampir dua bulan sejak 10 April 2020, ekonomi DKI Jakarta mengalami kontraksi mencapai 8,2% pada kuartal II 2020. Perekonomian nasional pun pada terkontraksi mencapai 5,32%. Namun, saat itu, PSBB tak hanya berlaku di Jakarta tetapi meluas ke sejumlah wilayah lain. 

Sri Mulyani  juga menegaskan PSBB DKI kali ini berbeda dengan yang terjadi pada kuartal II 2020 lantaran pengetatan hanya dilakukan di beberapa pusat penyebaran Covid-19, terutama perkantoran. 

Pusat perbelanjaan tetap buka meski Pemda DKI kembali memperketat PSBB sejak Senin (14/9). (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Sri Mulyani pun tak mengubah signifikan proyeksi ekonomi tahun ini yang berada pada rentang minus 1,1% hingga tumbuh 0,2%. "Namun kami siapkan kemungkinan ekonomi tumbuh paling rendah atau negatif 1,1% karena ada PSBB seperti yang terjadi di DKI," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa (15/9).

Pemerintah masih memproyeksikan ekonomi pada kuartal tiga minus 2,1% hingga 0%. Namun, Sri Mulyani tak menampik ada potensi ekonomi kuartal III terkontraksi lebih dalam dari prediksi. 

Ekonomi pada kuartal keempat masih diproyeksi tumbuh 0,4%-3,1%. Kendati demikian, proyeksi ini bergantung pada pengelolaan dan pencegahan kenaikan kasus pandemi di Indonesia terutama di delapan provinsi.

Pemerintah juga tak memiliki rencana untuk menambah anggaran bantuan sosial menyikapi PSBB jilid II ini. Namun, pihaknya pun akan terus memonitor perkembangan PSBB. 

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menilai PSBB DKI Jakarta akan berpengaruh besar pada perekonomia nasional lantaran kontribusinya yang signifikan. "Tetapi kami belum bisa mengukur dampaknya terhadap ekspor dan impornya," kata Suhariyanto dalam konferensi pers. 

Suhariyanto menjelaskan penurunan ekspor pada Agustus  terjadi pada seluruh sektor. Ekspor migas tercatat turun sebesar 9,94% dibandingkan bulan sebelumnya atau 27,45% dibandingkan Juli 2019 menjadi 0,61 miliar. 

Sektor pertanian yang beberapa bulan terakhir meningkat juga menurun sebesar 2,37% dibandingkan Juli menjadi US$ 0,34 miliar. Namun dibandingkan Juli 2019, ekspor pertanian masih tercatat tumbuh 1,04%. "Beberapa ekspor pertanian yang mengalami penurunan yakni tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempat. Ekspor tembakau hingga kepiting juga menurun," katanya.

Ekspor industri pengolahan juga tercatat turun 4,91% secara bulanan atau 4,52% dibandingkan Juli 2019 menjadi US$ 10,73 miliar. Ekspor sektor pertambangan juga turun 0,28% dibandingkan bulan lalu atau anjlok 24,78% menjadi US$ 1,39 miliar.

Disisi lain, impor pada bulan lalu yang meningkat dibandingkan Juli didorong oleh impor nonmigas yang naik 3,01% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 9,879 miliar. Meski dibandingkan periode yang sama tahun lalu, impor tersebut masih anjlok sebesar 21,9%. Sedangkan impor migas masih turun 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya atau anjlok 41,75% dibandingkan Juli 2020 menjadi US$ 0,95 miliar.  

Peningkatan impor terjadi pada barang golongan besi dan baja senilai US$89,2 juta yang naik mencapai 23,31%, sedangkan penurunan impor terbesar terjadi pada golongan barang kapal, perahu, dan struktur terapung mencapai 40,96% menjadi US$60,8 juta. 

Seiring kinerja ekspor dan impor tersebut, neraca perdagangan pada Agustus kembali surplus US$ 2,33 miliar.

Reporter: Agatha Olivia Victoria