Pemerintah optimistis perekonomian kuartal IV akan mencapai zona positif, meski hanya tumbuh 0,06%. Hal ini mengingat mulai membaiknya ekonomi RI seiring didorong program Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Meski tetap minus pada kuartal III 2020, kuartal IV 2020 perkiraannya di rentang minus 1% sampai tumbuh positif 0,4%," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Economic Outlook 2021: The Year of Opportunity, pekan lalu.
Airlangga memproyeksi ekoonomi pada kuartal ketiga minus 2,1%, sedangkan sepanjang tahun ini negatif 1%. Namun, ia memperkirakan ekonomi domestik pada tahun depan mampu tumbuh hingga 5,6%. "Ini seiring dengan proyeksi berbagai lembaga internasional di sekitar 5%," kata dia.
Selain itu, pemulihan ekonomi Indonesia juga sejalan dengan perekonomian global yang memasuki fase pemulihan. Aktivitas ekonomi global mulai meningkat seiring dengan pelonggaran lockdown di sejumlah negara.
Dengan demikian, ia menyebut tekanan di pasar keuangan mulai mereda. Ini tercermin dari kapitalisasi saham yang meningkat, risiko investasi yang menruun, dan volatilitas pasar yang melandai.
Hal tersebut berdampak pada nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan yang mulai pulih usai penurunan tajam pada 24 Maret 2020. "Sejalan dengan sentimen positif tersebut, Fitch telah mengarfimasi rating Indonesia menjadi BBB atau stable outlook pada 10 Agustus 2020," ujarnya.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, IHSG telah naik 29,61% per 16 Oktober 2020 sejak 24 Maret 2020. Selain IHSG, beberapa sektor juga tercatat meningkat seperti industri konsumsi 34,15%, pertambangan 29,17%, keuangan 32,91%, perdagangan 15,42%, dan industri dasar 48,14%. Kemudian, infrastruktur 20,67%, aneka industri 39,75%, pertanian 41,94%, dan propeerti 3,6%.
Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa perekonomian RI pada kuartal IV memang akan membaik jika dibandingkan kuartal IV lainnya. "Hanya saja proyeksi kami pada kuartal IV masih akan berada di level negatif di kisara minus 2% sampai 1%," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Senin (26/10).
Perkiraan tersebut didorong oleh kasus Covid-19 yang masih belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir. Dengan begitu, ini berarti bisa saja sewaktu-waktu Pembatasan Sosial Berskala Besar akan diberlakukan kembali dan menekan aktivitas ekonomi.
Hal lain, bantuan pemerintah diperkirakan Yusuf hanya memberi dampak kecil kepada masyarakat. Sebagai contoh, kuota Kartu Prakerja yang hanya disediakan untuk 5 juta orang, padahal peminatnya 30.juta orang. "Artinya ada gap disini. Gap orang yang tidak menerima ini berpotensi tergerus daya belinya tetapi tidak mendapatkan bantuan pemerintah," ujarnya.
Realisasi anggaran PEN baru mencapai Rp 344,2 triliun atau 49,5% dari pagu Rp 695,2 triliun hingga 19 Oktober 2020. Dari jumlah tersebut, anggaran untuk program perlindungan sosial menjadi yang paling banyak terserap, yakni Rp 167,08 triliun atau 81,94% dari pagu Rp 203,9 triliun.
Realisasi anggaran untuk dukungan UMKM mencapai Rp 91,84 triliun atau 74,39% dari pagu Rp 123,47 triliun. Untuk dukungan insentif usaha, anggaran yang telah terserap sebanyak Rp 29,68 triliun atau 24,61% dari pagu Rp 120,61 triliun.
Sementara, realisasi anggaran untuk sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mencapai Rp 28 triliun atau 26,39% dari pagu Rp 106,11 triliun. Realisasi anggaran untuk program kesehatan mencapai Rp 27,68 triliun atau 31,78% dari pagu 87,55 triliun. Adapun, anggaran untuk pembiayaan korporasi masih belum terserap sama sekali alias 0% dari pagu Rp 53,6 triliun.