Sri Mulyani Ungkap Saringan Ketat Tiga Tokoh Dewan Pengawas LPI

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tiga calon anggota dewan pengawas LPI dipilih dari 280 orang pendaftar.
25/1/2021, 18.47 WIB

Presiden Joko Widodo segera menerbitkan surat keputusan penetapan Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi. Tiga dewan pengawas LPI yang berasal dari unsur profesional yakni pengacara kondang Yozua Makes, bankir investasi Darwin Cyril Noerhadi, dan akuntan senior Haryanto Sahari telah mengantongi restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tak mudah menentukan tiga orang dewan pengawas dari unsur profesional. Mereka dipilih dari 280 orang yang mendaftarkan diri.

"Dari 280 orang dilakukan evaluasi kualifikasi, lalu diperoleh 20 orang. Pansel kemudian mewawancarai dan melihat track record  mereka," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (25/1).

Panitia seleksi terdiri atas Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, dan Ekonom sekaligus Komisaris Utama Bank Mandiri  Muhamad Chatib Basri.

Setelah proses wawancara dan penulusuran rekam jejak, Panitia Seleksi memilih enam nama calon dewan pengawas yang kemudian diajukan kepada Presiden Joko Widodo. "Kemudian diputuskan oleh beliau 3 orang untuk dikonsultasikan kepada DPR," katanya. 

Sri Mulyani menjelaskan, panitia memberikan banyak persyaratan yang harus dimiliki para kandidat dengan waktu pendaftaran yang cukup singkat. Persyaratan, antara lain mencakup pengalaman profeisional memimpin perusahaan berskala besar atau institusi terkemuka selama 20 tahun.

"Misalnya top 15 institusi global atau top 10 institusi nasional yang bergerak di bidang manajemen aset, investasi perbankan, firma akunting, hukum, dan konsultan manajemen," kata Sri Mulyani.

DPR saat telah menyetujui ketiga nama Dewan Pengawas LPI. Tiga nama yang dimaksud yaitu Darwin Cyril Noerhadi, Haryanto Sahari dan Yozua Makes.

Yozua Makes merupakan pendiri dan pemiliki Plataran Group yang bergerak di bidang perhotelan, salah satunya di kawasan wisata prioritas Borobudur. Selain terlibat dalam bisnis perhotelan, ia merupakan pengacara dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di bidang praktik keuangan perusahaan, merger dan akuisisi, serta pasar modal dan hukum investasi. 

Lalu Darwin Cyril Noerhadi, merupakan Komisaris Utama Creador Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang private equity. Ia juga menjabat sebagai Komisaris PT Medikaloka Hermina Tbk dan pernah menjadi komisaris utama Mandiri Sekuritas, serta Direktur Utama Bursa Efek Jakarta.

Adapun Haryanto Sahari merupakan Komisaris Independen PermataBank sejak 2017. Ia juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Bukit Barisan Indah Prima sejak September 2011, Anggota Komite Audit di UI sejak November 2016, dan Anggota Komite Audit PT Unilever Tbk sejak Oktober 2016.

Lembaga Pengelola Investasi akan mendapat modal sebesar Rp 75 triliun dari negara dalam pengoperasiannya. Bendahara Negara mengatakan lembaga itu wajib menyetorkan laba untuk pemerintah paling banyak 30% dari laba tahun sebelumnya. "Mungkin dalam kondisi tertentu Menteri Keuangan bisa mengatakan pembagian laba ke pemerintah lebih dari 30%," katanya.

Dia melanjutkan, Indonesian Investment Authority (INA) bakal memiliki bentuk yang mirip dengan National Investment & Infrastructure Fund (NIIF) milik India yang berfokus pada pembangunan infrastruktur. Tujuan dan kriteria investasia INA dengan NIIF cukup mirip yakni mendapatkan imbal hasil finansial dan meningkatkan investasi dalam bentuk aliran modal asing langsung dan dapat menggandeng partner investasi.

Sumber dana NIIF berasal dari keuangan internal pemerintah tetapi juga membuka diri pada investasi langsung atau FDI. NIIF juga diawasi oleh komite yang diketuai menteri keuangan.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyampaikan bahwa latar belakang Dewan Pengawas LPI dari unsur profesional cukup baik. Namun, potensi kerugian lembaga tersebut tetap harus diperhatikan ke depannya.

Ia mencontohkan beberapa lembaga negara yang mengalami kerugian investasi seperti Jiwasraya, Asabri, hingga BPJS Kesehatan. "Ini kemudian pada ujungnya negara yang harus menutup kerugian investasi mereka," kata Heri dalam kesempatan yang sama.

Reporter: Agatha Olivia Victoria