Ekonomi Tiongkok Berpotensi Melambat Tertekan Lonjakan Kasus Covid-19
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok berpotensi melambat dalam beberapa bulan mendatang. Kepala Ekonom Asia Goldman Sachs Andrew Tilton memperkirakan hal tersebut lantaran Negeri Panda ini sedang menghadapi risiko dari dua sisi.
Pertama, menurut dia, pembuat kebijakan cukup nyaman dengan pemulihan sejauh ini dan mulai menarik kembali stimulus kebijakan sampai taraf tertentu. "Jika segala sesuatunya terus berjalan dengan baik, maka ada risiko inflasi," kata Tilton seperti dikutip dari CNBC, Selasa (2/2).
Tiongkok diperkirakan mencatatkan angka produk domestik bruto (PDB) yang "spektakuler" pada kuartal pertama tahun ini. Negara ekonomi terbesar kedua dunia ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang kuat pada kuartal keempat 2020 sebesar 6,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi PDB tersebut mengalahkan ekspektasi pasar dan menjadikan Tiongkok satu-satunya ekonomi utama dunia yang mencatat pertumbuhan positif di tengah pandemi.
Kendati demikian, Tilton mengatakan bahwa pertumbuhan Tiongkok menujukkan tanda=tanda melambat. "Defisit fiskal telah melebar dan akhir-akhir ini terdapat pengetatan likuiditas," ujarnya.
Risiko kedua yang sedang dihadapi Negeri Tirai Bambu yakni kebangkitan wabah Covid-19. Otoritas Tiongkok pun baru-baru ini memberlakukan pembatasan baru dalam upaya menekan penyebaran virus di sekitar Beijing. "Pasar akan khawatir dengan salah satu atau kedua risiko yang sedang dihadapi Tiongkok," katanya.
Reuters melaporkan, aktivitas pabrik Tiongkok berkembang pada laju paling lambat dalam tujuh bulan pada awal 2021. Perkembangan tersebut dibebani oleh penurunan pesanan ekspor di tengah melonjaknya pandemi global dan kenaikan biaya.
Perlambatan di sektor manufaktur mengambarkan kerapuhan pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung di negeri tersebut. Penyebabnya, Beijing sedang bergulat dengan kebangkitan kasus Covid-19 lokal di Tiongkok Utara sertanya meningkatnya ketegangan Negeri Panda dengan Washington dan sekutunya.
Perlambatan aktivitas manufaktur tersebut tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Caixin/Markit yang turun dari 53,0 pada Desember 2020 menjadi 51,5 pada Januari 2021, level terendah sejak Juni tahun lalu.
Di sisi lain, aktivitas sektor jasa Tiongkok juga berkembang lebih lambat pada bulan Januari 2021, dibebani oleh maraknya wabah virus corona yang kembali meningkat di negeri itu. Data dari National Bureau of Statistics menunjukkan bahwa PMI Non-Manufaktur resmi turun dari 55,7 pada Desember 2020 menjadi ke 52,4 pada bulan lalu.
Meskipun lebih lambat dari manufaktur, sektor jasa Tiongkok telah memperoleh pertumbuhan yang solid berkat permintaan yang kuat. Sektor jasa di Negeri Panda mencakup banyak perusahaan kecil dan perusahaan milik pribadi.