Bea materai Rp 10 ribu baru mulai beredar pada 28 Januari 2020. Meski belum genap dua bulan, Polda Metro Jaya sudah menemukan bea materi Rp 10 ribu palsu yang dilakukan oleh sejumlah oknum.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengingatkan agar masyarakat bisa selalu memastikan keaslian dari meterai yang dibeli. "Apabila masyarakat menemukan penjualan meterai di bawah harga nominal yang tertera hampir bisa dipastikan bahwa meterai itu palsu," ujarnya dalam Konferensi Pers Pengungkapan Meterai Tempel Palsu, Rabu (17/3).
Jika masyarakat menyadari bea meterai yang digunakan palsu setelah transaksi, menurut Neilmaldrin, pemerintah dapat menggantikannya dengan meterai yang sah. Ini sesuai dengan Undang-Undang Bea Meterai terbaru Nomor 10 tahun 2020. "Dapat kami ganti dengan materai yang sah apabila ada yang mengetahui dan bisa membedakan setelah ada transaksi atau penandatanganan," kata Neilmaldrin d
Ketentuan tersebut diatur dalam Bab VI UU 10/2020 tentang pemateraian kemudian. Dalam pasal 17 beleid itu, pemeteraian dilakukan untuk dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar dan/atau digunakan sebagai alat bukti pengadilan.
Direktur Operasi Percetakan Uang Republik Indonesia Saiful Bahri mengatakan, terdapat tiga indikator untuk membedakan meterai asli dengan yang palsu. "Pendekatan itu yakni dilihat, diraba, dan digoyang," kata Saiful dalam kesempatan yang sama.
Pertama, dilihat sisi perforasi atau lubang kecil yang ada di sebelah kiri meterai. Terdapat tiga bentuk umum lubang kecil pada meterai yang asli yakni oval, bulat, dan bintang.
Menurut dia, perforasi pada meterai tidak mungkin bisa dipalsukan. "Ini karena teknologi perforasi cukup spesifik dan tidak ada yang punya di Indonesia," ujar dia.
Kedua, diraba nominal angka yang terletak pada meterai. Nominal Rp 6 ribu maupun Rp 10 ribu pada meterai yang asli akan kasar jika diraba.
Hal tersebut karena teknologi cetak meterai khusus yang hanya boleh dimiliki oleh Peruri. Tetapi, jika nominal pada meterai terlihat dan sudah diraba tidak kasar, meterai tersebut dicetak hanya menggunakan mesin cetak biasa.
Ketiga, digoyang meterainya untuk mengetahui perubahan warna. "Kalau yang palsu sepintas memang warnanya mirip tetapi jika digoyang biasanya tidak terjadi perubahan warna karena teknologinya berbeda," katanya.
Selain itu, Saiful menuturkan bahwa ornamen-ornamen yang ada dalam meterai harus diperhatikan secara rinci. Ini karena tidak semua meterai palsu menyertakan ornamen meterai yang lengkap seperti lambang Garuda Pancasila, logo Kemenkeu, dan Ditjen Pajak.
Pemerintah memperkenalkan meterai tempel baru Rp 10 ribu pada akhir Januari 2021 sebagai pengganti meterai tempel lama desain 2014. Meterai tersebut sudah dapat diperoleh masyarakat di Kantor Pos seluruh Indonesia.
“Meterai tempel baru ini memiliki ciri umum dan ciri khusus yang perlu diketahui oleh masyarakat,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (28/1).
Ciri umum tersebut, di antaranya terdapat gambar lambang negara Garuda Pancasila, angka Rp 10 ribu, dan tulisan “Sepuluh Ribu Rupiah” yang menunjukkan tarif bea meterai, teks mikro modulasi “Indonesia”, blok ornamen khas Indonesia, dan seterusnya.
Sedangkan ciri khususnya adalah warna meterai didominasi merah muda, serat berwarna merah dan kuning yang tampak pada kertas, dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara Garuda Pancasila. Selain itu, terdapat pula gambar bintang, logo Kemenkeu, serta tulisan “DJP", dan sebagainya.