Ekonomi Syariah Lebih Tahan Banting Berkat Pertanian & Makanan Halal

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.
Ilustrasi. Sektor pertanian dan makanan halal tumbuh tahun lalu mendorong ekonomi syariah tak terkontraksi sedalam ekonomi nasional.
6/4/2021, 12.19 WIB

Bank Indonesia mencatat, ekonomi syariah sepanjang tahun lalu terkontraksi 1,72%, lebih baik dibandingkan perekonomin nasional secara keseluruhan yang minus 2,07%. Sektor pertanian dan makanan halal yang masih tumbuh positif menjadi penopang utama. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, perkembangan sektor ekonomi dan keuangan syariah yang positif perlu mendapat perhatian dan dukungan agar dapat berkembang maksimal dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. "Menciptakan lingkungan bertumbuh yang kondusif bagi industri halal dan mendorong sektor keuangan syariah agar semakin mampu memenuhi gap pelayanan keuangan yang dibutuhkan sektor ekonomi menjadi hal yang strategis ke depan, " kata Perry dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah 2020 yang dikutip Katadata.co.id, Selasa (6/4).

Berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah 2020, kontraksi terutama disebabkan oleh penurunan permintaan yang direspons dengan berbagai penyesuaian oleh pelaku usaha syariah untuk mempertahankan kelangsungan bisnis. Dampak negatif pandemi pada usaha syariah nasional termanifestasi. antara lain melalui penurunan permintaan dan omzet, penurunan atau kehilangan konsumen, kesulitan mendapat bahan baku produksi, terganggunya distribusi, dan kesulitan menjalin kerja sama baru.

Di tengah meningkatnya risiko ketahanan pangan akibat pandemi Covid-19, kinerja sektor pertanian pada tahun lalu justru berhasil tumbuh 1,85% meski melambat dari tahun sebelumnya 3,76%. Perry mengatakan, daya tahan sektor ini masih baik dan cenderung di atas ekspektasi pelaku usaha walau pandemi menyebabkan kinerja sektor pertanian merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.

Sektor makanan halal tumbuh positif 1,58% tetapi melambat dari tahun sebelumnya 7,78%. Pertumbuhan sektor makanan halal pada 2020 juga merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.

Dengan perlambatan tersebut, makanan halal tidak lagi sebagai kontributor tertinggi terhadap pertumbuhan sektor prioritas halal value chains (HVC) sebagaimana pada tahun sebelumnya. Makanan halal berada di urutan kedua kontributor pertumbuhan sektor HVC, setelah sektor pertanian.

Di sisi lain, sektor yang terpukul paling dalam adalah pariwisata ramah muslim (PRM) lantaran terdampak langsung pandemi. Sektor fesyen muslim juga terpukul cukup dalam, meski ditopang oleh penjualan secara online.

Sektor PRM memberikan kontribusi terbesar terhadap kontraksi sektor prioritas HVC tahun 2020. Sektor ini minus 12,53% pada tahun lalu, kontraksi pertama dalam lima tahun terakhir.

Sementara, sektor fesyen muslim mengalami pertumbuhan negatif didorong oleh pelemahan kinerja pada seluruh subsektornya. Sektor fesyen muslim tercatat minus 8,87% pada tahun 2020, jauh menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai pertumbuhan 12,38%.

 Meski demikian, pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus meningkat di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak Covid-19. Hal ini didukung oleh kebijakan pengembangan ekonomi syariah nasional yang semakin fokus, ditandai dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin sempat menyoroti posisi Indonesia yang hingga saat ini masih menjadi konsumen produk halal terbesar dunia, sedangkan produsen produk-produk tersebut dikuasai negara lain.

Dari data Korea Trade-Investment Promotion Agency (KOTRA), Brasil menyumbang ekspor produk makanan halal terbesar dunia pada 2016 dengan persentase 10,7%. Sedangkan Australia berada posisi keenam dengan persentase 4,4%.

"Produsen halal justru negara nonmuslim, seperti Brasil, Australia, dan lainnya," ujar dia dalam acara Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021, Rabu (24/3).

Reporter: Agatha Olivia Victoria