Rupiah Anjlok ke 14.612 per US$ Tertekan Kenaikan Yield Obligasi AS

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Ilustrasi. Kurs rupiah pagi ini melemah bersama mayoritas mata uang Asia.
Penulis: Agustiyanti
12/4/2021, 10.29 WIB

Nilai rupiah dibuka melemah 0,07% ke posisi Rp 14.575 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot hari ini. Rupiah melemah tertekan kenaikan yield obligasi Amerika Serikat akibat inflasi yang naik.

Mengutip Bloomberg, rupiah terus bergerak melemah ke posisi Rp 14.620 per dolar AS. Mayoritas mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS. Baht Thailand loyo 0,48%, ringgit Malaysia 0,12%, won Korea Selatan 0,33%, rupee India 0,19%, dolar Singapura 0,12%, dan dolar Hong Kong 0,01%.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik ke posisi 1,66% dari 1,62% pada awal hari Jumat. Kenaikan imbal hasil ini mmberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah.

"Yield AS yang kembali meningkat akan memberikan tekanan ke nilai tukar rupiah karena dolar AS menjadi lebih menarik," ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (12/4).

Ia menjelaskan, imbal hasil obligasi naik karena data indikator inflasi AS yang menunjukkan kenaikan melebihi proyeksi. Data indeks harga produsen AS pada Maret yang dirilis Jumat malam pekan lalu naik 1%, lebih tinggi dari proyeksi 0,5%. "Kenaikan yield ini sebagai antisipasi inflasi AS yang naik," katanya.

Ariston memperkirakan rupiah bergerak pada kisaran Rp 14.600 per dolar AS.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, rupiah melemah terhadap dolar AS sejak pekan lalu, bersamaan dengan mata uang Asia lainnya, setelah inflasi Tiongkok mendorong kekhawatiran terhadap risiko inflasi global. Inflasi  Tiongkok tercatat sebesar 0,4% secara tahunan, lebih tinggi dari perkiraan 0,3% secara tahunan. 

Sementara itu, inflasi Tiongkok tercatat 4,4%, lebih tinggi dibanding ekspektasi sebesar 3,6% Akhir pekan lalu, rupiah diperdagangkan melemah 0,21% ke 14.565 per dolar AS. Padahal, dolar AS cenderung melemah terhadap berbagai mata uang lainnya pada pekan lalu.

Mayoritas yield SUN turun 3-4 bps pada hari Jumat lalu meskipun rupiah melemah terhadap dolar, sementara imbal hasil obligasi rupiah hanya 10 tahun naik 1 bps. Sepanjang minggu lalu, yield SUN dengan tenor 10 tahun turun 23 bps menjadi 6,46%, didorong oleh penurunan imbal hasil obligasi AS, yang turun 6 bps.

Kepemilikan asing pada obligasi rupiah naik Rp 1,1 triliun menjadi Rp 956 triliun pada 08 April 2021 dibandingkan denga Sejalan dengan kenaikan yield UST pada hari Jumat.

Ia memperkirakan rupiah pekan ini akan bergerak di kisaran 14.550-14.650. Kenaikan imbal hasil obligasi AS seiring data inflasi yang meningkat akan menjadi sentimen utama penggerak rupiah. 

Sementara itu, Direktur PT TRFX Ibrahim memperkirakan rupiah berpotensi menembus Rp 15 ribu per dolar AS. Pergerakan rupiah terutama dipengaruhi oleh sentimen global.

Dikutip dari Reuters, indeks dolar yang melacak mata uang negeri Paman Sam ini terhadap sekeranjang enam rival, sedikit berubah pada 92,193 di awal sesi Asia. Ini menyusul penurunan 0,9% pekan lalu. Indeks dolar turun di bawah 92 pada Kamis untuk pertama kalinya sejak 23 Maret.

Hasil benchmark treasury 10 tahun berada di 1,6745% setelah turun serendah 1,6170% pada pekan lalu. Itu telah melonjak ke level tertinggi lebih dari satu tahun di 1,7760% pada 30 Maret.

"Kunci untuk prospek jangka pendek adalah apakah imbal hasil terus berkonsolidasi di sekitar level ini, atau berbaris lebih tinggi yang akan mendukung dolar," kata  ahli strategi National Australia Bank Tapas Strickland, seperti dikutip dari Reuters. 

Pergerakan dolar AS akan dipengaruhi oleh progres pemulihan yang cepat dalam ekonomi AS seiring percepatan peluncuran vaksin.

Data pada Jumat (9/4) menunjukkan bahwa kenaikan tahunan terbesar dalam 9,5 tahun untuk harga produsen AS, mendukung ekspektasi untuk inflasi yang lebih tinggi karena ekonomi dibuka kembali di tengah lingkungan kesehatan masyarakat yang membaik dan pendanaan besar-besaran dari pemerintah. Data harga konsumen AS akan dirilis Selasa.

Ketua Fed Jerome Powell berbicara pada hari Rabu di Economic Club of Washington. Dalam wawancara pada Minggu di "60 Minutes" CBS, Powell mengatakan ekonomi AS berada pada titik perubahan dengan ekspektasi bahwa pertumbuhan dan perekrutan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, tetapi ia juga memperingatkan risiko yang berasal dari pembukaan kembali yang tergesa-gesa. .

"USD memiliki beberapa potensi kenaikan minggu ini. Data ekonomi AS yang kuat akan menyoroti perbedaan antara pemulihan ekonomi AS yang cepat dan pemulihan yang lebih terhambat di negara maju lainnya," kata ahli strategi Commonwealth Bank of Australia Kimberley Mundy.