Sidang DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP) menjadi undang-undang pada pekan lalu. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berharap beleid ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dapat mencapai target sebagai negara maju.
"Negara Indonesia yang maju hanya bisa kita capai dengan memiliki angaran yang kuat, angaran yangg baik dan sehat, dan salah satu komponen anggaran yang sehat adalah peraturan dan tata kelola perpajakan," kata Suahasil dalam kegiatan Profesi Keuangan Expo (PKE) Tahun 2021, Senin (11/10).
Pemerintah menargetkan Indonesia dapat menjadi negara maju pada 2045 atau saat perayaan 100 tahun kemerdekaan. Pada saat itu, jumlah penduduk diprediksi mencapai 319 juta jiwa dengan 47% di antaranya merupakan usia produktif. Sebanyak 70% penduduk merupakan kelas menengah dan 73% tinggal di daerah perkotaan.
Suahasil menjelaskan, penerbitan UU HPP tidak hanya diharapkan mendorong pemulihan ekonomi tetapi juga menekankan prinsip keadilan, serta perlindungan terhadap masyarakat lemah, termasuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Beleid ini juga mendorong peningkatan penerimaan perpajakan melalui perluasan basis pajak, peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta peningkatan bracket Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi yang termasuk kategori orang kaya berpenghasilan di atas Rp 5 miliar.
"Di antara yang menjadi catatan yaitu pajak karbon yang akan menjadi dasar Indonesia menuju green economy dan nol karbon," kata Suahasil.
Ia menjelaskan pengaturan pajak karbon adalah langkah Indonesia untuk memenuhi janji Nationally Determined Contribution (NDC). Dalam dokumen tersebut, Indonesia berjanji mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya juga menekankan bahwa UU HPP adalah upaya pemerintah mereformasi perpajakan. Hal ini menurutnya penting dilakukan untuk mencapai visi Indonesia menjadi negara maju tahun 2045 mendatang.
"Bonus demografi yang dinikmati Indonesia ini tidak terjadi selama-lamanya. Pada suatu saat Indonesia juga akan mengalami aging population, oleh karena itu, sebelum terjadinya masa tersebut kita perlu terus melakukan dan bekerja keras melakukan reformasi-reformasi untuk membangun fondasi," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers virtual pada Kamis, (07/10).
Ia mengatakan pemulihan ekonomi pertumbuhan membutuhkan banyak sumber daya, karena itu ia juga menekankan bahwa langkah reformasi harus didesain hati-hati dan detail. Ia menyebut Asas dari peraturan perpajakan yang ingin dibangun melalui beleid baru ini yaitu menciptakan keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional
“Kami ingin melalui undang-undang ini mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan, dan memberikan kepastian hukum," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan kehadiran UU HPP akan menambah penerimaaan negara tahun depan hingga Rp 139,3 triliun. Peningkatan penerimaan ini mendorong rasio perpajakan tahun depan diprediksi akan menyentuh 9,22% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Keberadaan UU HPP juga diklaim akan memberikan dampak jangka panjang terhadap tambahan penerimaan perpajakan. Pada tahun 2025, UU HPP diprediksi bisa menambah penerimaan negara hingga Rp 353,3 triliun dengan rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB mencapai 10,12%.