Ekonomi Jepang Minus 3% pada Kuartal III Terpukul Lonjakan Covid-19

ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/rwa/cf
Ilustrasi. Jepang ikut mengalami lonjakan kasus saat penyebaran varian Delta meluas memasuki kuartal ketiga dan sempat mencetak rekor laporan kasus harian tertinggi sejak awal pandemi yakni sebanyak 26.184 kasus pada 22 Agustus.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/11/2021, 12.40 WIB

Lonjakan kasus Covid-19 sepanjang kuartal ketiga tahun ini turut memukul perekonomian Jepang. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III 2021 terkontraksi 3% secara year-on-year (yoy), terutama karena lesunya konsumsi dan menurunnya produksi mobil.

Mengutip AP News, kinerja perekonomian Jepang pada kuartal ketiga ini berbalik dibandingkan kondisi kuartal kedua yang tumbuh 1,9%. Pada kuartal pertama tahun ini, ekonomi Jepang juga sempat terkontraksi 5,1%. Kantor Kabinet Jepang juga melaporkan, pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga ini juga terkontraksi 0,8% secara kuartalan.

Ekonomi terbesar ketiga dunia itu sebenarnya tidak pernah memberlakukan lockdown atau penguncian wilayah untuk menekan kasus. Namun, pemerintah memberlakukan keadaan darurat dengan meminta bisnis untuk menutup atau membatasi jam kerja.

Kebijakan tersebut tampaknya memukul konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat yang menjadi salah satu penyumbang terbesar ekonomi Jepang merosot 1,1% dibandingkan kuartal sebelumnya. 

Kekurangan chip komputer dan suku cadang yang diperlukan untuk produksi kendaraan juga memukul kinerja sektor manufaktur Jepang. Ini telah menjadi masalah serius selama berbulan-bulan karena pembatasan mobilitas di sejumlah negara produsen bahan tersebut, terutama di Asia Tenggara.

Produksi dan penjualan pembuat mobil Jepang saat ini tengah menderita kondisi tersebut. Namun begitu situasi di Asia Tenggara mereda, produksi diperkirakan akan pulih dalam beberapa bulan ke depan. Toyota Motor Corp., produsen mobil terbesar di Jepang, baru-baru ini mengatakan bahwa produksi kemungkinan akan kembali normal bulan depan.

Gangguan pada ketersediaan chip tersebut juga telah memukul kinerja ekspor Jepang yang merosot 2,1% dibandingkan kuartal sebelumnya.

Di sisi lain, Jepang tampaknya masih berjuang menurunkan angka kasus positif Covid-19 sembri menjaga momentum pemulihan tetap berjalan. Perdana Menteri yang baru terpilih Fumio Kishida telah berjanji untuk meningkatkan kapasitas rumah sakit.

Jepang  sebenarnya telah mencatatkan angka vaksinasi yang  sangat tinggi. Sebanyak 76% penduduk Jepang telah menerima vaksinasi lengkap dua dosis. Meski demikian, vaksinasi tidak menutup potensi adanya gelombang infeksi baru. Negeri Sakura ini belum mengumumkan rencana yang jelas terkait suntikan booster.

Jepang ikut mengalami lonjakan kasus saat penyebaran varian Delta meluas memasuki kuartal ketiga dan sempat mencetak rekor laporan kasus harian tertinggi sejak awal pandemi yakni sebanyak 26.184 kasus pada 22 Agustus.  Namun, kasus baru mulai turun memasuki September dan Oktober.

Kasus positif harian Jepang telah turun di bawah 1.000 kasus per hari sejak pekan kedua Oktober dan berlanjut hingga saat ini. Laporan kasus harian pada Minggu (14/11) sebanyak 199 kasus.

Ekonom senior di SuMi TRUST Naoya Oshikubo mengatakan sektor hiburan dan restoran menjadi industri yang paling terpukul akibat lonjakan kasus. Tetapi ia mengatakan pemulihan ekonomi akan terlihat menuju akhir tahun setelah virus corona terkendali.

"Keadaan darurat dicabut pada akhir September, sehingga lonjakan tajam dalam pengeluaran konsumen, dengan lebih banyak orang makan di luar dan pergi ke bioskop, klub, teater, dan bentuk hiburan publik lainnya. Momentum ini sedang berlangsung,” kata Oshikubo dalam laporannya.

Di sisi lain, dukungan pemulihan juga terlihat dari langkah pemerintah membanjiri stimulus ke perekonomian. Perdana Menteri Kishid pekan lalu mengatakan berjanji untuk menyusun paket stimulus pandemi senilai 'beberaap puluh triliun yen' ke ekonomi.

Dukungan ini termasuk bantuan tunai kepada rumah tangga. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantaun senilai US$ 884 atau setara Rp 12,6 juta (kurs Rp 14.200 per US$) kepada pelajar, pekerja dan rumah tangga yang berpenghasilan rendah akibat pandemi.

Reporter: Abdul Azis Said