Ekspor Penopang Utama Ekonomi RI, Kinerjanya Lampaui sebelum Pandemi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Warga memancing dengan latar belakang tumpukan peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Minggu (17/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada bulan September mencapai 20,60 miliar dolar Amerika, atau meningkat 47,64 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Penulis: Abdul Azis Said
20/11/2021, 15.00 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan tren kenaikan ekspor bakal menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lanjut, termasuk di kuartal terakhir tahun ini. Perekonomian kuartal ketiga tahun ini tumbuh sebesar 3,51 % secara tahunan, salah satunya disumbang dari lonjakan net ekspor. 

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI IGP Wira Kusuma mengatakan ekspor tumbuh lebih kuat dibandingkan kenaikan sebelum masa pandemi. Ekspor pada kuartal ketiga ini tumbuh 29,16% secara tahunan, melanjutkan pertumbuhan dua digit pada kuartal kedua lalu.

"Jadi hopefully ekspor inilah yang akan membantu ke depan," kata Wira dalam acara Pelatihan Wartawan BI di Surabaya, Sabtu (20/11).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2021 sebesar 3,51%. Pertumbuhan tersebut sebagian besar dari net ekspor yang memberi andil 1,23%. Net ekspor merupakan nilai ekspor bersih yang merupakan pengurangan total ekspor terhadap total impor.

Konsumsi rumah tangga pada kuartal kedua menyumbang hampir separuh pada pembentukan produk domestik bruto alias PDB, kini hanya memberi andil 0,55%. Begitu juga investasi hanya memberi andil 1,18% setelah kuartal sebelumnya berkontribusi 2,3%.

Sementara itu, Wira juga memperkirakan konsumsi domestik ke depan bakal menyusul kinerja ekspor yang tumbuh kuat. Dengan demikian, pertumbuhan akan lebih lengkap ditopang dari sisi eksternal dan juga internal.

"Bisa dikatakan bahwa perbaikan ekonomi pada kuartal ketiga ini sudah melewati level sebelum pandemi dan itu didorong oleh net-ekspor," kata Wira.

Dia juga menyatakan optimismenya terhadap pemulihan konsumsi, didukung oleh mobilitas yang semakin meningkat. Hal ini tercermin dari Indeks Efektivitas Lockdown (ELI) yang terus turun mulai Agustus lalu. ELI pada 4 November ini sudah turun ke posisi 19,3 setelah sempat mencapai indeks 40,57 pada bulan pertama pemberlakuan PPKM atau pada Juli lalu.

Adapun ELI dipakai untuk mengukur tingkat keketatan lockdwon di suatu negara, dalam hal ini di Indonesia merupakan pengetatan mobilitas melalui PPKM.

Pembatasan mobilitas yang semakin longgar tersebut ikut mendorong konsumsi naik. Ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menggambarkan kinerja penjualan eceran Oktober 2021 diperkirakan naik menjai 193 poin, tumbuh 1,8% secara bulanan. Ini pembalikan setelah bulan sebelumnya terkontraksi 1,5%.

Selain itu, Wira juga mengatakan pemulihan konsumsi terlihat dari indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang terus menguat. Indeks ini mengukur tingkat optimisme konsumen terhadap perkiraan kondisi ekonomi domestik dalam enam bulan ke depan. IEK bulan lalu melesat ke level 134,9 poin dari bulan September sebesar 118,2 poin.

"Hopefuly di kuartal depan kalau ekspor tetap naik dan mobilitas semakin baik, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tahap selanjutnya," kata Wira.

Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi November juga mengatakan pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun ini akan meningkat. Peningkatan ditopang perbaikan ekspor, kenaikan belanja fiskal pemerintan serta peningkatan konsumsi dan investasi.

"Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat lebih tinggi pada tahun 2022, didorong pula oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan sektor-sektor ekonomi yang lebih luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut," kata Perry kepada wartawan, Kamis (18/11).

Reporter: Abdul Azis Said