Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja penjualan retail pada November melambat dikarenakan kekhawatiran terhadap lonjakan kasus Covid-19 dan cuaca buruk. Ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) November sebesar 2,2% secara month-to-month (mtm) melambat dari bulan sebelumnya 3,2%.
Survei Penjualan Eceran BI memperkirakan IPR bulan November sebesar 199,7 poin. Meski pertumbuhan bulanannya melambat, tetapi secara tahunan diperkirakan 10,1%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 6,5%.
"Responden menyampaikan perlambatan (pertumbuhan bulanan) tersebut disebabkan oleh keadaan cuaca yang kurang mendukung dan potensi meningkatnya kembali kasus Covid-19," demikian dikutip dalam laporan tersebut, Jumat (10/12).
BI mencatat perlambatan kemungkinan terjadi di sebagian besar kelompok pengeluaran sekalipun beberapa masih berhasil tumbuh positif. Penjualan makanan, minuman dan tembakau diramal melambat, terlihat dari pertumbuhan IPRnya hanya 2,1% setelah berhasil tumbuh 3% pada Oktober. Penjualan bahan bakar kendaraan bermotor juga sama, indeks penjualannya hanya tumbuh 7,5% setelah berhasil naik hingga 10,8% pada bulan sebelumnya.
Pertumbuhan IPR subkelompok sandang melambat dari 11,5% menjadi 5,4%. Kelompok barang lainnya mencatat pertumbuhan IPR 1,7%, jatuh dari pertumbuhan 7,3% pada bulan sebelumnya. Kelompok peralatan informasi dan komunikasi terkontraksi 0,6%, dari pertumbuhan 1,2%. Begitu juga indeks untuk penjualan barang budaya dan rekreasi terkontraksi 1,3% dari pertumbuhan 1,7%.
Namun, BI juga mencatat penjualan beberapa barang juga diperkirakan melanjutkan pertumbuhan semakin kuat. Indeks penjualan kelompok suku cadang dan aksesori tumbuh 5%, menguat dari kenaikan 4% pada bulan sebelumnya. Kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya tumbuh dari 3,6% menjadi 3,7%.
Secara spasial, perlambatan penjualan retail secara bulanan diperkirakan terjadi di mayoritas kota yang disruvei. Perlambatan terutama di Semaang, Makassar dan Medan. Beberapa kota seperti Banjarmasin, Manado dan Bandung diperkirakan terkontraksi.
Kekhawatiran lonjakan kasus Covid-19 ini tampaknya dibayangi kemunculan varian baru Covid-19 Omicron yang diklaim lebih menular dari varian lainnya. Mengutip WHO, Omicron mulai terdeteksi pada pekan kedua November di Afrika Selatan. Namun dunia mulai gaduh keberadaan virus ini di pekan terakhir November dan sampai saat ini sudah menyebar di puluhan negara dunia.
Studi dari seorang profesor ilmu kesehatan dan lingkunagn di Universitas Kyoto Hiroshi Nishiura menngklaim varian baru ini 4,2 kali lebih menular dari varian Delta. Dia menganalisis data genom yang tersedia di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan hingga 26 November.
"Varian Omicron menular lebih banyak dan lolos dari kekebalan yang dibangun secara alami maupun melalui vaksin,” kata Nishiura dalam temuannya yang dipresentasikan pada pertemuan panel penasihat kementerian kesehatan, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (9/12).
Prakiraan Penjualan ke Depan
BI memperkirakan penjualan eceran juga akan menurun dalam tiga tahun ke depan. Ini tercermin dari Indeks Eksepktasi Penjualan (IEP) Januari 2020 tercatat sebesar 149 atau turun dibandingkan 155,2 poin pada bulan Desember 2022.
"Responden menyampaikan bahwa penurunan pada Juni 2022 diindikasikan sejalan dengan kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Hari Raya Natal dan libur akhir tahun, disertai dengan cuaca yang kurang mendukung," tulis laporan tersebut.
Namun penjualan retail diperkirakan kembali naik memasuki kuartal kedua tahun 2022. Ini tercermin dari IEP April 2022 yang diperkirakan sebesar 145,1 atau meningkat dari 141,9 pada bulan sebelumnya. Peningakatan penjualan sejalan dengan peningkatan aktivitas masyarakat selama Ramadhan yang jatuh pada periode tersebut.