Libor Tak Jadi Acuan Bunga Utang Juni 2023, Ini Panduan Transisinya
London Interbank Offered Rate (Libor) tak akan lagi dipergunakan sebagai referensi suku bunga pinjaman di seluruh dunia secara permanen mulai Juni 2023. Penggunaan LIBOR sebagai referensi untuk seluruh tenor pinjaman dalam sebagian besar mata uang utama berakhir tahun ini, kecuali untuk sebagian pinjaman dalam dolar AS.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyikapi rencana penghapusan Libor dengan membentuk National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR). Lembaga ini dibentuk oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC).
Berdasarkan dokumen panduan penghentian publikasi atau diskontinuitas Libor yang diterbitkan NWGBR, diskontinuitas penggunaan LIBOR akan dimulai 31 Desember 2021. Libor tak akan lagi digunakan sebagai referensi suku bunga seluruh tenor untuk mata uang euro (EUR), poundsterling Inggris (GBP), yen Jepang (JPY) dan frank Swiss (CHF) mulai akhir tahun ini.
Sementara untuk mata uang dolar AS, penghentian penggunaan LIBOR sebagai referensi hanya untuk pinjaman tenor satu minggu dan dua bulan.
Adapun penghentian penggunaan Libor pada tahap berikutnya akan dilakukan untuk seluruh pinjaman tenor overnight, serta 1,3,6, dan 12 bulan dalam mata uang dolar AS.
"Alasan beberapa tenor Libor dolar AS masih dipublikasikan, guna memberikan tambahan waktu bagi pelaku pasar dalam melakukan re-negosiasi untuk legacy contract," demikian dalam dokumen yang dirilis (NWGBR), Jumat (24/12).
Meski besaran Libor untuk pinjaman dalam dolar AS tertentu masiha akan dipublikasikan setelah tahun 2021, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) telah mengeluarkan pernyataan bahwa semua kontrak keuangan baru mulai 1 Januari 2022 tidak lagi menggunakan acuan Libor.
Sebagai peggantinya, lima otoritas dari masing-masing negara mata uang Libor tersebut, menentukan suku bunga acuan alternatif atau Alternative Reference Rate (ARR). Acuan baru ini dibentuk berdasarkan transaksi pinjam-meminjamkan (bukan kuotasi) pada tenor yang paling likuid di pasar uang.
Adapun rincian ARR pengganti Libor untuk lima mata uang tersebut antara lain,
- Dolar AS menggunakan SOFR, berupa suku bunga repurchase agreement (Secured)
- Euro mengginakan ESTR, berupa suku bunga pasar uang antarbank (unsecured)
- Poundsterling Inggris menggunakan SONIA, berupa suku bunga pasar uang antarbank (unsecured)
- Yen Jepang menggunakan TONA, berupa suku bunga pasar uang antarbank (unsecured)
- Frank Swiss menggunakan SARON, berupa suku bunga repo overnight (secured)
Selain menginformasikan timeline penyetopan penggunaan Libor, NWGBR juga memberikan rekomendasi sejumlah langkah yang harus dilakukan bagi pelaku pasar yang memiliki eksposur dari perubahan terkait kebijakan Libor. Beberapa panduan tersebut antara lain sebagai berikut.
- Menggunakan suku bunga referensi alternatif (ARR) pengganti Libor pada kontrak keuangan baru, dengan mempertimbangkan opsi konvensi ARR yang sesuai.
- Membentuk tim transisi Libor untuk memastikan kelancaran proses transisi. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan dari sisi tata kelola, manajemen risiko, prosedur, sistem informasi, legal dan akuntasi, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
- Melakukan negosiasi kontrak-kontrak outstanding dengan debitur atau counter party untuk menyepakati klausul fallback, antara lain mengenai trigger event, suku bunga reverneis pengganti dan notice of payment.
- Menggunakan fallback clause language dari market standard yang berlaku secara global, misalnya ISDA fallback protocol atau Asia Pacific Loan Market Association (APLMA).
- Mengikuti terus perkembangan proses transisi Libor.
Selain itu, dalam penyesuaian perjanjian kontrak keuangan baru yang menggunakan acuan ARR, perbankan dan pelaku pasar diminta untuk mempertimbangkan penggunaan term adjusment dan credit adjusment. Langkah ini bisa dengan menggunakan beberapa pilihan konvensi yang sudah direkomendasikan NWGBR dalam dokumen panduan transisi Labor tersebut.
Otoritas keuangan global sebelumnya telah sepakat untuk menghentikan penggunaan LIBOR sebagai acuan suku bunga pinjaman antar-bank pada akhir 2021. Keputusan ini diambil Financial Stability Board (FSB) G20, menyusul terbongkarnya skandal manipulasi yang dilakukan Barclays.
Barclays mengaku kepada otoritas pengawasan bank bahwa mereka berkali-kali menyerahkan laporan suku bunga yang lebih rendah dari yang sebenarnya kepada panel bank- bank yang menentukan tingkat LIBOR sejak 2007. Bank raksasa ini pun diharuskan membayar denda sekitar 450 juta dolar AS.
LIBOR adalah suku bunga rata- rata yang dihitung dari biaya meminjam (cost of funds) dana jangka pendek tanpa agunan (unsecured) yang harus dibayar bank anggota asosiasi perbankan Inggris untuk memperoleh dana jangka pendek dari bank-bank lain. Setiap hari, bank-bank terpilih ini menyerahkan laporan perkiraan cost of funds masing-masing.
Kelompok ini beranggotakan 16 bank raksasa, seperti Barclays, Citibank, JP Morgan, HSBC, dan UBS. Oleh karena LIBOR menunjukkan biaya yang harus dibayar bank- bank terpercaya di dunia, suku bunga itu merupakan biaya pinjaman terendah yang berlaku. Suku bunga produk keuangan lain yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan perusahaan maupun transaksi keuangan yang terjadi antarpihak diukur dengan besarnya selisih di atas LIBOR. Hal ini turut berlaku juga di Indonesia.