Rupiah Loyo ke 14.350 per Dolar AS Menanti Pertemuan The Fed

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Ilustrasi. Rupiah melemah tertekan penantian pasar terhadap hasil pertemuan The Fed.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
25/1/2022, 09.41 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,1% ke level Rp 14.350 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan di tengah penantian pasar terhadap hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan mulai hari ini.

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah ke level Rp 14.354 pada pukul 09.26 WIB, semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.335 per dolar AS.

Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi. Dolar Taiwan terkoreksi 0,07% bersama won Korea Selatan dan peso Filipina 0,1%, serta rupee India 0,19%. Penguatan dialami yen Jepang 0,11%, dolar Singapura 0,2%, yuan Cina 0,01% dan bath Thailand 0,12%. Sedangkan dolar Hong Kong dan ringgit Malaysia kompak stagnan.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah berpotensi bergerak melemah di kisaran Rp 14.380 per dolar AS dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.300 per dolar AS. Pergerakan hari ini terutama masih dipengaruhi penantian pasar terhadap rapat pembuat kebijakan The Fed dua hari ke depan. 

"Pasar masih mewaspadai hasil rapat kebijakan moneter the Fed di pekan ini. Indikasi pengetatan moneter yang lebih besar bisa mendorong penguatan dollar AS ke depan," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (25/1).

Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang merupakan pertemuan pembuat kebijakan The Fed dijadwalkan dimulai hari ini hingga dua hari ke depan. Pasar mengantisipasi pengumuman langkah pengetatan moneter lebih lanjut oleh Gubernur The Fed Jerome Powell, terutama terkait rencana kenaikan bunga acuan. 

Sejauh ini, sebagian besar pasar merujuk pada perkirakan bahwa The Fed akan menaikkan bunga acuannya tiga kali tahun ini. Namun, dalam pemantauan beberapa hari terakhir, The Fed diperkirakan akan lebih agresif dengan kemungkinan kenaikan bunga acuan hingga empat kali yang dimulai pada Maret.

Selain dibayangi risiko pengetatan moneter The Fed, pelemahan rupiah hari ini juga dipengaruhi memburuknya prospek penanganan pandemi di dalam negeri.

"Peningkatan kasus covid-19 juga masih diwaspadai pelaku pasar kalau-kalau pemerintah memberlakukan PPKM yang lebih ketat yang bisa menekan rupiah," kata Ariston.

Penularan Covid-19 di Indonesia masih menunjukkan tren peningkatan memasuki awal pekan keempat Januari. Pemerintah melaporkan kasus corona pada Senin (24/1) bertambah 2.927 orang, naik tipis dari 2.925 pada Minggu (23/1). 

Mayoritas kasus yakni 2.775 berasal dari penularan lokal. Sedangkan sebanyak 152 orang merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN). Adapun lonjakan harian tertinggi masih disumbang Provinsi DKI Jakarta yakni 1.993 orang atau 68% dari total kasus nasional. Jumlah pasien di ibu kota meningkat hampir 12% dari 1.739 kemarin.

Meski demikian, Ariston menyebut rupiah masih bisa berpotensi menguat. Ini terutama dipengaruhi ekspektasi pasar terhadap fundamental ekonomi domestik yang relatif stabil

"Pasar mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil dari sisi inflasi, pandemi dan peluang pemulihan ekonomi ke depan dibandingkan kondisi yang terjadi di Amerika," kata Ariston.

Bank Indonesia  pekan lalu memperkirakan inflasi tahun ini tetapi masih dalam kisaran target 2%-4%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga akan semakin kuat diperkirakan 4,7%-5,5%, lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan tahun lalu di 3,2%-4%.

Reporter: Abdul Azis Said