Aturan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan terdaftar dengan nomor 25/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022 tanggal 22 Februari.
Pemohon bernama Samiani mengatakan, aturan JHT dalam UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2).
"Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Negara yang telah diubah menjadi UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945," demikian bunyi petitum yang ditulis Samiani, dikutip Jumat (25/2).
Menurutnya, Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1) yang telah diubah menjadi UU Cipta Kerja tidak menyinggung pencairan JHT bagi peserta yang berhenti bekerja. Dalam aturan itu, JHT hanya menjamin peserta menerima uang tunai jika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Samiani menilai, aturan tersebut seharusnya juga mengatur pencairan JHT untuk peserta yang berhenti kerja, baik karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun pengunduran diri. "Ini adalah kelalaian dari pembuat UU," katanya.
Ia juga meminta, JHT tak dimaknai terlalu kaku, yaitu harus cair saat usia sudah tua, cacat, atau meningal dunia.
Samiani mengatakan, ia akan sangat dirugikan dengan aturan tersebut apabila harus mengundurkan diri atau terkena PHK oleh perusahaan. Hal ini karena JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun sebagaimana tertuang dalam aturan turunan UU Cipta Kerja, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022.
Dana JHT, menurut dia, seharusnya dapat digunakan oleh peserta untuk mengembangkan usaha jika mengundurkan diri. Dengan demikian, peserta dapat memperoleh keuntungan hingga ratusan kali lipat lantaran memutar dana JHT untuk keperluan usaha.
Ia menilai aturan baru JHT bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945. Aturan itu menyatakan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Sebelumnya, sebanyak 378 ribu orang juga meneken petisi menolak aturan baru Kementerian Ketenagakerjaan yang hanya mengizinkan pencairan JHT dilakukan saat pekerja berusia 56 tahun, termasuk bagi yang mengundurkan diri atau terkena PHK.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengingatkan program JHT dimaksudkan untuk kepentingan jangka panjang.
"Sesuai namanya Program JHT adalah merupakan usaha kita semua untuk menyiapkan agar para pekerja kita di hari tuanya, di saat sudah tidak bekerja, mereka masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik," ujar Ida Fauziyah.