Rupiah Diramal Melemah Jelang Rilis Data Inflasi Amerika

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Ilustrasi. Mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar AS pagi ini.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
11/7/2022, 09.44 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis empat poin ke level Rp 14.983 per dolar AS. Rupiah melemah akibat kekhawatiran investor jelang rilis data inflasi AS pekan ini.

Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke level Rp 14.960 pada pukul 09.30 WIB  dari posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp 14.979 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar AS pagi ini. Yen Jepang terkoreksi 0,73%, dolar Singapura dan yuan Cina 0,19%, dolar Taiwan dan won Korsel 0,12%, rupee India 0,1%, baht Thailand 0,17%, serta dolar Hong Kong dan peso Filipina 0,01%. Sebaliknya, ringgit Malaysia jadi satu-satunya yang menguat sebesar 0,04%.

Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah akan kembali tertekan pada hari ini seiring penantian pasar terhadap rilis data inflasi AS pekan ini. Kurs garuda diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.925-Rp 15.050 per dolar AS.

"Rupiah hari ini berpotensi kembali tertekan oleh dolar AS yang akan kembali menguat minggu ini menjelang data inflasi AS yang diperkirakan akan kembali meningkat," kata Lukman, Senin (11/7). 

Data inflasi AS bulan Juni dijadwalkan rilis pada Rabu (13/7). Inflasi AS kembali meningkat ke 8,6% pada bulan Mei, rekor tertingginya dalam empat dekade. Inflasi sempat menunjukkan penurunan pada bulan April.

Tekanan inflasi ini yang kemudian mendorong bank sentral AS, The Fed agresif mengerek bunga acuannya 75 bps pada pertemuan bulan lalu. The Fed diramal kembali mengerek bunga sebesar 50-75 bps pada pertemuan bulan ini.

"Pasar hari ini juga kembali dalam sentimen risk off," kata Lukman.

Dari dalam negeri, sejumlah data ekonomi menunjukkan sentimen positif terhadap rupiah, seperti cadangan devisa yang kembali naik serta surplus neraca dagang yang diramal berlanjut. Namun, kenaikan inflasi dan kasus Covid-19 dapat membebani rupiah.

"Jumat ini tentunya pasar menantikan data perdagangan yang diperkirakan akan kembali surplus di kisaran US$ 2 miliar," kata Lukman.

Surplus neraca dagang pada Juni sebesar US$ 2,89 miliar, turun lebih dari 60% dibandingkan bulan sebelumnya. Meski demikian, surplus neraca dagang sudah berlangsung selama 25 bulan beruntun. 




Reporter: Abdul Azis Said