Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bank sentral dunia untuk mempercepat kenaikan bunga acuannya, merespon tekanan inflasi. Direktur Manajer IMF menyebut, risiko kerusakan yang ditimbulkan akan lebih berat jika bank sentral terlambat mengerek suku bunga kebijakannya.
“Sebagian besar bank sentral perlu terus memperketat kebijakan moneter secara tegas. Ini sangat mendesak di mana ekspektasi inflasi mulai tak terjangkar," kata Georgieva dalam sebuah tulisannya, dikutip Kamis (14/7).
Tanpa tindakan bank sentral, menurut dia, negara-negara tersebut dapat memperburuk wage-price spiral alias spiral harga upah. Ini merupakan istilh yang dipakai untuk menjelaskan hubungan sebab akibat dari kenaikan harga atau inflasi dengan kenaikan pada upah pekerja.
Menurut dia, bank sentral perlu memperketat kebijakannya lebih agresif jika inflasi masih terus memanas. Dengan pengetatan yang berlanjut tersebut maka bisa melukai pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.
"Mengambil tindakan sekarang tidak akan semenyakitkan jika mengambil tindakan nanti," kata Georgieva.
Di samping itu, ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang jelas terkait arah kebijakan yang akan diambil. Ini sebagai bukti kredibilitas kebijakan seiring risiko penurunan pada perekonomian yang meningkat.
Ia menyebut, tekanan inflasi yang berkelanjutan akan membutuhkan pengetatan moneter yang lebih tajam di luar perkiraan pasar. Kondisi tersebut yang berpotensi menyebabkan volatilitas lebih lanjut dan penjualan aset berisiko dan pasar obligasi negara. Pada gilirannya, ini dapat mendorong arus keluar modal asing lebih lanjut dari negara-negara emerging dan berkembang.
Apresiasi dolar AS berbarengan dengan arus keluar portofolio dari pasar negara berkembang. Negara-negara berkembang mengalami arus keluar empat bulan berturut-turut hingga Juni, terburuk dalam tujuh tahun terakhir. Kondisi ini memberi tekanan tambahan pada negara-negara yang memang sudah rentan.
Bank Indonesia (BI) sendiri sejauh ini masih menahan suku bunga acuannya di level 3,5% selama lebih dari setahun terakhir. Namun, dalam beberapa komentar terakhir, BI mulai memberi sinyal akan adanya kenaikan suku bunga acuan.
"BI akan tetap waspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi, dan siap untuk menyesuaikan suku bunga jika ada tanda-tanda inflasi inti yang lebih tinggi terdeteksi," kata Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam acara side event G20 Jalur Keuangan-Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery, Rabu (13/7).
BI menjadi hanya salah satu dari beberapa bank sentral dunia yang masih menahan suku bunga acuannya. Di kawasan, Indonesia dan Thailand masih menahan suku bunga, beberapa lainnya seperti Singapura sudah sejak akhir tahun memperketat kebijakan moneternya, Malaysia dan Filipina bahkan sudah dua kali menaikkan bunganya.