Sri Mulyani Sebut Resesi Ekonomi Global Makin Nyata, RI Perlu Waspada

Katadata/Desy Setyowati
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan inflasi di banyak negara maju dan sebagian negara berkembang telah diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter, baik melalui instrumen suku bunga maupun pengetatan likuiditas.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
19/7/2022, 14.41 WIB

Langkah bank-bank sentral global mengerek suku bunga untuk mengendalikan lonjakan inflasi meningkatnya risiko resesi ekonomi di banyak negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku akan siap siaga untuk menghadapi dampak dari resesi global ke ekonomi domestik.

Sri Mulyani mengatakan, kenaikan inflasi di banyak negara maju dan sebagian negara berkembang telah diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter, baik melalui instrumen suku bunga maupun pengetatan likuiditas. Kondisi ini memberi tekanan tambahan yang berpotensi menganggu perekonomian, terutama bagi negara yang memang dalam situasi rapuh.

"Negara-negara tersebut berpotensi mengalami resesi karena kenaikan suku bunga, pengetatan likuiditas, serta harga pangan dan energi yang menciptakan krisis tersendiri. Ini sangat nyata bagi banyak negara," kata Sri Mulyani dalam Launching Ceremony of The 2022-2025 Islamic Development Bank (IsDB) Group MCPS for Indonesia, Selasa (19/7).

Dalam survei Bloomberg sebelumnya, risiko resesi di Indonesia masih minim dibandingkan berbagai negara lain di Asia. Probabilitas Indonesia jatuh ke jurang resesi hanya 3% saat beberapa negara lain di kawasan, termasuk di Asia Tenggara mencapai dua digit.

Risiko resesi di berbagai negara yang kini meluas ke Asia tentunya berpotensi memberi efek rembetan ke Indonesia. "Saya berharap bahwa dalam hal ini, Indonesia juga akan dapat terus menavigasi tantangan tambahan lain untuk ekonomi kita dan sekarang dalam ekonomi global," kata dia.

Sri Mulyani dalam keterangan sebelumnya mengatakan, ada sejumlah faktor yang bisa menyebabkan ekonomi sebuah negara jatuh ke jurang resesi. Ini antara lain ditentukan oleh kondisi neraca pembayaran, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga, kebijakan moneter, kondisi APBN terutama defisit hingga rasio utang, serta kondisi rumah tangga dan korporasi.

Jika melihat berbagai indikator tersebut, Sri Mulyani tidak heran jika risiko Indonesia relatif kecil dibanding negara lain.

"Kalau disebutkan survei Bloomberg ada yang risiko resesinya hingga di atas 70%. Nah, Indonesia ada di ujung bawah. Itu menggambarkan indikator neraca pembayaran, APBN, ketahanan dari PDB kita dan juga dari sisi korporasi maupun rumah tangga," kata dia kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7).

Kenaikan suku bunga menjadi salah satu penyebab ekonomi dunia berisiko melambat dan masuk ke jurang resesi. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan tren suku bunga global akan terus meningkat hingga 2023 dan mendorong inflasi menurun.

Direktur Eksekutif IMF Kristalina Georgiev menjelaskan, harga sejumlah komoditas, termasuk minyak mulai menurun dalam beberapa bulan terakhir. Namun, bank-bank sentral harus mengerek suku bunga untuk mengendalikan inflasi meski terdapat risiko terjadinya resesi ekonomi. 

“Bank-bank sentral sedang melangkah untuk mengendalikan inflasi, itu adalah prioritas. Mereka harus terus berjalan sampai jelas bahwa ekspektasi inflasi tetap tertambat dengan kuat, ”kata Georgieva akhir pekan lalu, dikutip dari CNBC.

Reporter: Abdul Azis Said