Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kebijakan pengenaan tambahan biaya alias tuslah untuk harga tiket pesawat akan memberi andil terbatas kepada inflasi yang tidak lebih dari 0,1 poin persentase. Kementerian Perhubungan memperbolehkan maskapai mengenakan tuslah dengan besaran tertentu dari batas atas tarif.
"Kenaikan oleh Kemenhub tersebut dampaknya kita pantau sebenarnya relatif kecil terhadap inflasi, antara 0,06 poin persentase sampai 0,1%," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu dalam diskusi dengan wartawan, Senin (8/8).
Aturan tambahan biaya tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) Yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Aturan berlaku mulai 4 Agustus 2022.
Dalam ketentuan tersebut, maskapai bisa mengenakan tuslah maksimal 15% dari batas atas tarif untuk jenis pesawat jet. Bagi pesawat propeller alias baling-balik, pengenaan tuslah paling tinggi 25%.
Perubahan ketentuan soal tuslah tersebut akan membuat harga tiket pesawat kembali naik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan harga tiket pesawat pada Juli sebelum aturan ini berlaku saja sudah memberi andil 0,11% terhadap inflasi bulan lalu yang tercatat 0,64% secara bulanan. Kenaikan harga tiket pesawat ini yang juga menyebabkan inflasi pada kelompok pengeluaran transportasi melambung 1,13% secara bulanan dan 6,65% secara tahunan.
BPS mencatat, kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh dua faktor. Pertama, kenaikan pada harga bahan bakar avtur sehingga maskapai melakukan penyesuaian harga tiket. Kedua, meningkatnya permintaan akibat mobilitas yang semakin longgar.
Febrio mengatakan, pihaknya akan terus waspada terhadap dampaknya meski perubahan tersebut diperkirakan memberi andil minim ke inflasi secara umum. Perubahan harga ini diharapkan tidak mengganggu efektifitas dari kebijakan yang diambil pemerintah selama ini untuk mengendalikan inflasi.
Menurut Febrio, pemerintah saat ini tengah pada penanganan inflasi khususnya dari komponen harga [angan bergejolak alias volatile food. Pada bulan lalu komponen ini mencatatkan inflasi 11,5% dengan andil 0,25 poin persentase terhadap inflasi bulanan.
"Fokus utama adalah dari sisi volatile food karena itu langsung kena ke kantong masyarakat terutama yang termasuk miskin dan rentan, itu yang terus kita utamakan dan pastikan agar suplai pangan terjaga ke depannya," kata Febrio.
Indeks harga konsumen (IHK) bulan lalu mencatat inflasi 0,64% secara bulanan dan 4,94% secara tahunan. Inflasi secara tahunan sudah jauh di atas target bank sentral tahun ini 4% dan rekor tertinggi sejak Oktober 2015.