BRI: Kemungkinan Indonesia Alami Resesi Ekonomi hanya 2% Tahun Depan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Kendaraan melintas dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Senin (8/8/2022).
9/8/2022, 09.02 WIB

Ekonomi Indonesia dipastikan jauh dari kemungkinan jatuh ke jurang resesi pada tahun depan saat perlambatan signifikan terjadi di Amerika Serikat, Cina dan kawasan lainnya di dunia. Salah satu alasannya, perekonomian Indonesia sebagian besar didorong oleh permintaan domestik.

"Dengan model makrov switching dynamic model yang kami buat, ternyata potensi Indonesia mengalami resesi pada 2023 sangat kecil yaitu 2%," kata Kepala Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anton Hendranata dalam diskusi dengan wartawan, Senin (9/8).

Resesi merupakan istilah yang lumrah dipakai untuk mendefinisikan pertumbuhan negatif perekonomian suatu negara selama dua kuartal beruntun. Probabilitas resesi ekonomi Indonesia yang dikeluarkan BRI tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan Bloomberg sebesar 3%.

Anton menyebut kemungkinan resesi di Indonesia yang kecil karena struktur ekonominya ditopang sangat kuat oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, di samping komponen investasi dan ekspor yang juga memberi andil cukup besar.

Selain itu, pasar finansial dan valuta asing (valas) Indonesia saat ini juga cenderung lebih kuat dari gejolak eksternal dibandingkan masa lalu. Kondisi pasar obligasi, saham dan nilai tukar rupiah sepanjang periode 2016-2022 cenderung stabil dibandingkan periode periode enam tahun sebelumnya.

Hal ini terlihat dari koefisien variasi dari pergerakan yield obligasi 10 tahun, perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar terhadap dolar AS yang semakin kecil dibandingkan periode 2010-2015.

"Kita bisa hitung dari koefisien variasinya, semakin kecil berarti volatilitasnya semakin rendah," kata Anton.

Selain itu, dari sisi cadangan devisa, Indonesia juga semakin kuat dan tidak terlalu sensitif dengan gejolak eksternal. Hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi dari obligasi, saham dan neraca perdagangan pada periode 2016-2022 yang lebih rendah dibanding dengan periode 2010-2015.

Kemungkinan resesi tampaknya masih jauh untuk tahun ini. Pasalnya, sampai dengan kuartal II saja, ekonomi Indonesia masih menunjukkan performa kuat dengan pertumbuhan mencapai 5,44%.

Pemerintah bahkan optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal III bisa lebih tinggi lagi. Dengan risiko terburuk, kalaupun ekonomi RI berbalik terkontrkasi pada kuartal IV nanti, ekonomi RI secara teknikal belum akan resesi tahun ini.

"Ada tanda-tanda pertumbuhanya akan cukup kuat atau bahkan lebih kuat dari kuartal II," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam acara yang sama dengan Anton.

Meski demikian, Febrio menyebut Indonesia masih perlu waspada dengan ketidakpastian yang masih tinggi. Hal ini seiring risiko perlambatan ekonomi dunia yang mulai terlihat dari lesunya ekonomi AS dan Cina.

Reporter: Abdul Azis Said