Modal Asing Kabur Rp 3,5 T dalam Sepekan, Rupiah Amblas ke 15.000/US$

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Ilustrasi. Kurs rupiah parkir di level Rp 15.038 di penutupan perdagangan sore ini, menandai koreksi 0,6% dibandingkan akhir pekan lalu.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
23/9/2022, 20.02 WIB

Bank Indonesia mencatat terdapat modal asing yang kabur dari pasar keuangan domestik mencapai Rp 3,5 triliun selama periode 19-22 September. Nilai tukar rupiah juga terpantau melemah pada akhir pekan ini sekalipun Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan kenaikan bunga 0,5% kemarin.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, modal asing keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3,8 triliun. Namun, asing masih masuk ke pasar saham sebesar Rp 270 miliar.

"Berdasarkan data setelmen hingga 22 September 2022, nonresident mencatatkan jual neto Rp 148,11 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 72,78 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (23/9).

Persepsi risiko investasi, menurut Erwin, juga meningkat yang tercermin dari kenaikan premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun yang naik ke 137,05 bps per 22 September 2022 dari 108,86 bps per 16 September 2022. Imbal hasil alias yield SBN tenor 10 tahun juga naik ke level 7,26% hari ini setelah pengumuman kenaikan suku bunga BI kemarin. Yield US Treasury 10 tahun juga naik ke level 3,7%.

Pengumuman kenaikan suku bunga BI kemarin sebesar 0,5% tak berhasil mengangkat rupiah pada perdagangan akhir pekan ini. Kurs rupiah parkir di level Rp 15.038 di penutupan perdagangan sore ini, menandai koreksi 0,6% dibandingkan akhir pekan lalu.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengatakan pelemahan rupiah di akhir pekan ini masih terpengaruh kenaikan bunga The Fed dan sinyal hawkish terkait suku bunga ke depan. Namun kenaikan bunga BI menahan pelemahan tidak terlalu dalam.

"Pelemahan rupiah kemarin termasuk yang paling rendah. Ini karena setelah pengumuman suku bunga BI, rupiah sempat mengalami penguatan," kata Edi dalam keterangan tertulisnya.

BI mengumumkan kenaikan bunga 50 bps setelah bulan sebelumnya sudah menaikan suku bunga 25 bps. Bank sentral juga menegaskan komitmennya untuk membawa inflasi inti kembali ke bawah 4% pada paruh kedua tahun depan.

Namun langkah moneter BI tersebut tampaknya tak signifikan mengangkat rupiah. Nilai rupiah masih tertekan. Edi menyebut, selain karena The Fed, pasar juga masih mewaspadai risiko perlambatan ekonomi global.

Rilis data indeks keyakinan konsumen Inggris menyentuh level terendah baru di minus 49 poin akibat krisis biaya hidup. Data ini memperkuat kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan krisis ekonomi global.

"Hal tersebut yang menyebabkan yield US Treasury 10 tahun terkerek naik dan juga banyak mata uang khususnya di negara emerging yang mengalami pelemahan," kata Edi.

Namun, ia memastikan BI terus berada di pasar menjaga stabilitas rupiah. Langkah yang ditempuh dengan intervensi tiga lapis di pasar spot, DNDF dan SBN. Hal ini untuk memastikan tidak terjadi pelemahan berlebih serta menjaga mekanisme pasar.

Reporter: Abdul Azis Said