Nilai tukar rupiah dibuka menguat 20 poin ke level Rp 15.283 di pasar spot pagi ini. Apresiasi rupiah didorong oleh data manufaktur AS yang menunjukkan perlambatan sehingga bisa mengurang ekspektasi kenaikan bunga agresif oleh The Fed.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik melemah ke level Rp 15.307 pada pukul 09.20 WIB. Ini bahkan lebih rendah dari level penutupan kemarin di Rp 15.303 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS. Dolar Taiwan menguat 0,12%, won Korea Selatan 0,42%, peso Filipina 0,07%, yuan Cina 0,13%, ringgit Malaysia 0,02%. Sebaliknya, yen Jepang anjlok 0,23% bersama dolar Singapura 0,02%, rupee India 0,55% serta baht Thailand 0,37%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan, rupiah menguat hari ini imbas rilis data manufaktur AS yang menunjukkan pelemahan meski masih ekspansi. Rupiah kemungkinan bergerak di rentang Rp 15.200 - Rp 15.300 per dolar AS.
Dolar AS melemah serta imbal hasil alias yield obligasi AS turun setelah data manufaktur AS yang jauh lebih buruk dari perkiraan. Menurut data The Institute for Supply Management (ISM), indeks PMI manufaktur AS bulan September melambat ke 50,2 dari bulan sebelumnya 52,8 poin. Pembacaan indeks di atas 50 mengindikasikan sektor manufaktur masih ekspansif. Namun realisasi tersebut di bawah ekspekasi pasar yang disruvei Reuters sebesar 52,3.
"Hal ini memicu ekspektasi pada kebijakan kenaikan suku bunga the Fed untuk lebih lebih soft kedepannya," kata Lukman dalam risetnya, Selasa (4/10).
Senada, analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan mengambil untung dari pelemahan manufaktur AS. Rupiah bisa menguat ke arah Rp 15.250, dengan potensi pelemahan di kisaran Rp 15.310 per dolar AS.
Ariston melihat, perlamabatan di sektor manufaktur AS bulan lalu sudah memcerminkan dampak dari kenaikan inflasi dan langkah agresif The Fed menaikkan suku bunga. Data itu bisa menjadi pertimbangan bagi The Fed untuk mengurangi agresifitasnya dalam menaikkan bunga ke depan.
The Fed masih menyisakan dua pertemuannya pada tahun ini. Bunga acuan sudah dikerek sebanyak 300 bps sejak kenaikan pertama Maret lalu. Berdasarkan alat pemantauan CME FedWatch, per 3 Oktober, probabilitas kenaikan bunga The Fed 75 bps pada pertemuan November sebesar 55%, sisanya memperkirakan kemungkinan kenaikan bunga 50 bps.
"Namun, kekhawatiran inflasi tinggi akan memperlambat perekonomian global dan Indonesia, bisa menahan penguatan nilai tukar rupiah hari ini," kata Ariston dalam risetnya.
Inflasi di dalam negeri melonjak ke 5,95% secara tahunan pada bulan lalu, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 4,69%. Laju kenaikan harga-harga secara tahunan tersebut merupakan yanh tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.