Kronologi Kisruh Credit Suisse yang Diwaspadai Picu Krisis Finansial

ANTARA FOTO/REUTERS/Arnd Wiegmann/WSJ/dj
Ilustrasi. Harga saham Credit Suisse sempat anjlok hingga 11,5% dan nilai obligasinya turun ke level terendah pada perdagangan awal pekan ini.
Penulis: Agustiyanti
4/10/2022, 16.07 WIB

Harga saham bank investasi global, Credit Suisse sempat anjlok hingga 11,5% dan nilai obligasinya turun ke level terendah pada perdagangan awal pekan ini. Banyak pelaku pasar yang khawatir Credit Suisse akan bernasib seperti Lehman Brothers, salah satu bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat yang bangkrut dan memicu krisis finansial 2008. 

Sumber Reuters menyebut kondisi yang terjadi pada Credit Suisse saat ini mendorong regulator di Swiss, FINMA dan Bank of England di London memantau secara langsung apa yang sedang terjadi pada bank investasi global tersebut.

Apa sebenarnya yang terjadi pada Credit Suisse?

Kejatuhan harga saham bank investasi global ini merupakan imbas dari laporan Financial Times yang menyebut bahwa para eksekutif Credit Suisse menghabiskan sepanjang akhir pekan lalu untuk meyakinkan para investor utamanya di tengah meningkatnya kekhawatiran kondisi keuangan perusahaan.

Kekhawatiran terhadap kondisi Credit Suisse terjadi karena spread credit default swap bank yang naik tajam ke level 250 pada hari Jumat. Ini sebenanrya bukan level yang tidak biasa bagi sebuah perusahaan, tetapi tinggi untuk bank besar, dan level terburuk Credit Suisse sejak 2009.

Credit default swap adalah derivatif atau kontrak keuangan yang memungkinkan investor untuk “menukar” atau mengimbangi risiko kreditnya dengan risiko investor lain. Angka credit default swap yang meningkat menunjukkan kekhawatiran investor bahwa bank ini akan berakhir gagal semakin tinggi. 

Dalam sebuah pernyataan kepada CNBC pada Senin, Credit Suisse mengatakan baru akan memberikan pembaruan pada tinjauan strateginya ketika merilis hasil kuartal ketiga yang dijadwalkan pada 27 Oktober.

Credit Suisse adalah salah satu bank terbesar di Eropa dan masuk dalam kelompok bank global berdampak sistemik. Mereka harus meningkatkan modal, menghentikan pembelian kembali saham, memotong dividen dan mengubah manajemen setelah rugi lebih dari US$ 5 miliar setara Rp 70 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS) akibat kasus kegagalan perusahaan investasi Archegos pada Maret 2021. Credit Suisse saat itu juga harus menangguhkan dana klien terkait dengan bangkrutnya Greensill Capital. 

Kasus ini pula yang membuat dua petinggi Credit Suisse meninggalkan perusahaan. Pada Juli 2021, Credit Suisse mengumumkan tinjauan strategi kedua dalam setahun dan mengganti kepala eksekutifnya dengan ahli restrukturisasi Ulrich Koerner. Ia bertugas untuk mengurangi perbankan investasi dan memotong biaya lebih dari US$ 1 miliar. Salah satunya dengan melakukan PHK terhadap 5.0000 karyawannya. 

Credit Suisse juga sedang mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengurangi bisnis investasinya dan mengerjakan lebih banyak bisnis dengan modal yang lebih kecil. Mereka juga sedang mengevaluasi opsi strategis untuk bisnis produk sekuritisasi.

Mengutip orang-orang yang mengetahui situasi Credit Suisse, Reuters melaporkan bulan lalu bahwa bank asal Swiss ini tengah mencari investor untuk mendapatkan uang untuk menambah modal sebagai langkah memperbaiki kinerja perusahaan. 

Namun, Chief Executive Koerner minggu lalu memastikan perusahaan yang dipimpinnya memiliki modal dan likuiditas yang solid.