Bank Indonesia menyebut saat ini terdapat puluhan negara yang mengajukan bailout atau bantuan keuangan ke Dana Moneter Internasional (IMF) di tengah situasi ekonomi dan keuangan global yang makin sulit. Hal serupa juga sempat disampaikan oleh Presiden Jokowi.
"Dari pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia yang baru saja selesai di Washington DC, Amerika Serikat, terinfo bahwa pada saat ini sudah ada 28 negara yang telah mengajukan permintaan bantuan keuangan dari IMF," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam acara dalam Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan No.39, Jumat (21/10).
Meski demikian, Destry tidak merinci lebih lanjut negara mana saja yang dimaksud. Hal serupa sebelumnya sempat disinggung oleh Presiden Jokowi dalam pidatonya di acara BNI Investor Daily Summit pekan lalu. Saat itu Jokowi menyebut 28 negara tersebut sebagai 'pasien' yang sedang mengantri ke IMF.
Dalam laporannya belum lama ini, IMF memperingatkan bahwa risiko krisis utang telah meningkat di situasi pasar keuangan global makin ketat seperti sekarang. Dari 69 negara miskin dalam daftar IMF, lebih dari separuhnya dalam situasi telah dan dalam risiko gagal bayar utang. Sebanyak 29 negara dinyatakan dalam risiko tinggi, dengan delapan negara sudah dinyatakan default alias gagal bayar.
Dinamika yang dihadapi negara-negara tersebut tidak lepas dari situasi ekonomi dan keuangan global yang makin tidak pasti. Destry menyebut, dunia menghadaiu ketidakpastian yang tinggi. Ini menyebabkan tekanan bukan hanya kepada negara maju tetap juga negara berkembang.
"AS menghadapi tekanan inflasi tinggi yang kemudian direspon dengan kebijakan moneter dengan suku bunga naik sangat agresif. ini kemudian menekan bukan hanya negaranya sendiri tetapi negara maju di sekitarnya, negara emerging market termasuk Indonesia," kata Destry.
Situasi yang rumit semakin diperburuk oleh perang antara Rusia dan Ukraina. Masalah makin kompleks dengan adanya fenomena gelombang panas di berbagai negara, kebijakan proteksionisme beberapa negara, serta kebijakan era Covid-19 di Cina.
"Secara keseluruhan, yang terjadi adalah fenomena perlambatan ekonomi secara global dan bahkan diperkirakan akan terjadi resesi ringan di 2023," kata Destry.
Sementara kondisi Indonesia dinilai masih cukup baik. Ini dibuktikan salah satunya dengan pertumbuhan ekonomi yang masih bisa mencapai di atas 5% pada kuartal kedua lalu. Namun ia juga tetap mengingatkan perlu waspada dengan ketidakpastian yang masih tinggi di lingkungan global.
Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga sebelumnya juga memastikan bahwa kondisi Indonesia masih aman dan tidak termasuk dalam daftar tersebut. Kondisi ekonomi Indonesia aman ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang solid. Meski terdepresiasi, rupiah masih stabil dibandingkan banyak negara lainnya.