CSIS Kritik RUU PPSK, Berisiko Rusak Independensi BI, OJK, dan LPS

Arief Kamaludin|KATADATA
CSIS mengkritik rencana dihapusnya pasal yang mengatur soal larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi anggota partai politik.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
27/10/2022, 19.50 WIB

Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang merupakan insiatif DPR dinilai memuat sejumlah poin-poin yang berisiko merusak independensi Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melihat ada upaya DPR untuk bisa mengontrol ketiga otoritas keuangan tersebut lebih dalam.

"Permasalahannya adalah perebutan kekuasaan. Di sini DPR mencoba mengambil semuanya, mempunya kontrol terhadap lembaga keuangan lewat bagaimana mereka memilih dewan pimpinan lembaga, termasuk panitia seleksinya yang dilakukan oleh DPR," kata Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dalam diskusi daring, Kamis (27/10).

Beleid tersebut berencana mengatur ulang soal mekanisme rekrutmen pimpinan LPS dan OJK. Perubahan paling signifikan terlihat pada susunan panitia seleksi (Pansel). Dalam aturan yang lama, pansel pemilihan pimpinan OJK dipilih presiden yang berasal dari Kementerian Keuangan, BI dan unsur masyarakat. Namun dalam RUU P2SK akan diubah, yakni [ansel sepenuhnya ditunjuk DPR. 

Hal yang sama juga akan berlaku untu LPS. Dalam aturan saat ini, pemilihannya dilakukan tanpa Pansel atau ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan. Namun di RUU PPSK, pemilihan bos LPS akan dilakukan oleh pansel yang ditunjuk DPR.

Selain itu, DPR juga berencana membentuk badan supervisi alias badan pengawas terhadap LPS dan OJK. Langkah serupa sudah lebih dulu dilakukan terhadap bank sentral. 

"Jadi sudah dewan pimpinan dipilih mereka (DPR), mereka juga punya dewan pengawas, itukan jelas sekali kalau ini dibiarkan maka indepensinya menjadi sulit," kata Deni.

Ia juga mengkritik rencana dihapusnya pasal yang mengatur soal larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi anggota partai politik. Ini artinya, beleid baru tersebut masih akan mengakomodasi kemungkinan bos BI bergabung partai politik. Ketentuan yang memuat larangan itu sebetulnya sudah dihapus sejak amandemen UU BI pada 2004 silam, tetapi DPR tidak ada inisiatif untuk kembali memasukkan ketentuan itu.

Ia menilai, Bbrbagai intervensi DPR itu bukan hanya bisa merusak independensi otoritas lembaga keuangan melainkan juga mengganggu kondisi sistem keuangan indonesia. Pasalnya, bukan tidak mungkin ketiga lembaga tersebut akan disusupi pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik tertentu.

Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri dalam acara yang sama juga mengatakan, intervensi parpol ke dalam tiga lembaga keuangan itu akan mempengaruhi berbagai kebijakan yang mereka keluarkan. Bukan tidak mungkin bank sentral kemudian mendorong ekspansi kredit besar-besaran atau berbagai stimulus dari lembaga keuangan lainnya untuk kepentingan politik.

"CSIS pernah mengadakan penelitian dan melihat bawah relasinya memang sangat kuat. Ketika ada pemilu, dipastikan satu atau dua tahun sebelumnya akan ada ekspansi kredit yang besar. Itu saja dalam situasi di mana lembaga-lembaga ini tidak dikuasai parpol, apalagi kalau nanti benar kejadian," ujarnya.

Masalah independensi ini juga disoroti di bagian yang mengatur soal kewenangan di forum Komite Stabilitas Sistem keuangan (KSSK). Forum ini terdiri atas Kemenkeu, BI, OJK dan LPS, dengan menteri keuangan bertindak selaku koordinator KSSK.

Dalam RUU P2SK, menteri keuangan nanti memiliki wewenang untuk memutuskan hasil rapat jika terjadi deadlock atau kebuntuan. Keputusan yang diambil koordinator KSSK itu dikhawatirkan bisa mengintervensi ketiga anggota lainnya.

Reporter: Abdul Azis Said