BPS Catat Pekerja Pabrik Tekstil Berkurang 50 Ribu Orang, Efek PHK?

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/hp.
Ilustrasi. BPS mencatat PDB subsektor tekstil turun secara kuartalan pada kuartal III 2022.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
7/11/2022, 13.53 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan  produk domestik bruto (PDB) subsektor tekstil dan pakaian jadi pada kuartal ketiga menurun. Terdapat pengurangan jumlah pekerja selama setahun terakhir sebanyak 50 ribu orang.

Data ini muncul di tengah ramai isu PHK yang menerpa banyak pabrik-pabrik tekstil di dalam negeri. Pertumbuhan PDB subsektor tekstil dan pakaian jadi pada kuartal ketiga tahun ini juga terkontraksi 0,92% dibandingkan kuartal sebelumnya. Meski demikian, sektor ini masih tumbuh secara tahunan mencapai 8,09%, meski tidak setinggi pertumbuhan dua kuartal sebelumnya yang mencapai di atas 12%.

"Berdasarkan hasil Sakernas, pada subsektor industri tekstil ini terjadi penurunan tenaga kerja dari Agustus 2021 sebanyak 1,13 juta orang menjadi 1,08 juta orang pada Agustus 2022," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers daring, Senin (7/11).

Isu PHK massal muncul setelah asosiasi pengusaha mengumumkan bahwa industri tekstil tengah tidak baik-baik saja. Pabrik-pabrik pembuat baju hingga sepatu itu dikabarkan mulai melakukan PHK sejak September 2022.

Kinerja industri yang anjlok terjadi akibat permintaan global yang menurun signifikan. Khusus di Jawa Barat, asosiasi mencatat belasan pabrik di mengalami krisis sehingga mengurangi operasi sebagian unitnya. Hal ini menyebabkan 45.000 karyawan dirumahkan.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, sejumlah karyawan industri TPT kini telah dirumahkan. Ia bahkan menyebut, sudah ada perusahaan di Jawa Barat yang  melakukan PHK.  

"Sekarang sudah di tahap tidak aman, karena sudah ada pengurangan pegawai. Sinyal buruknya sudah ada. Sudah berlangsung pengurangannya, tanda-tandanya dari bulan September merambatnya," ujarnya kepada Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).

Jemmy melihat kinerja industri tekstil bahkan sudah anjlok 30% sejak September Lalu. Ada bergama faktor, salah satunya efek pelemahan ekonomi di banyak negara sehingga permintaan ekspor juga lesu. Ekspor juga terpukul oleh depresiasi nilai tukar. Permintaan dari domestik juga tertekan daya beli yang melemah.

Namun, asesmen Kemenkeu menunjukkan industri tekstil sebetulnya masih solid. Hal ini tercermin dari kinerja ekspor produk tersebut, seperti sepatu, yang masih tumbuh tinggi sampai September lalu. Selain itu, dari sisi kondisi keuangan perusahaan-perusahaan tekstil juga masih cukup baik. Hal ini tercermin dari pendapatan dari hasil penjualan produk tekstil sepanjang paruh pertama tahun ini yang tumbuh kuat mengekor kinerja positif pertumbuhan ekonomi. 

"Pendapatan penjualan industri tekstil tumbuh dua digit di atas 10% sementara total industri manufaktur secara keseluruhan hanya sekitar 5%, jadi agak membingungkan kalau terjadi PHK," kata Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam media briefing di Bogor, Jumat (4/11).

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam tanggapannya pada konferensi pers KSSK beberapa hari lalu juga sempat mengatakan pemerintah tengah mengkaji kemungkinan adanya relokasi pabrik-pabrik tekstil ke daerah dengan upah murah. Hal ini menanggapi ramai isu PHK di sektor tersebut.

Reporter: Abdul Azis Said