Modal Asing Masuk Rp 9,6 Triliun Pekan Ini, Rupiah Perkasa 15.400/US$
Bank Indonesia mencatat aliran modal asing kembali masuk ke pasar keuangan domestik sepanjang pekan ini dengan total inflow mencapai Rp 9,64 triliun. Modal asing yang masuk mendorong nilai tukar rupiah menguat 1,6% sepekan terakhir.
Aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik sepekan ini terutama ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang secara neto sebesar Rp 8,76 triliun. Asing juga masuk ke pasar saham sebesar Rp 880 miliar. Masuknya modal asing ini didukung meningkatnya ekspektasi bank sentral AS akan memperlambat kenaikan suku bunga acuannya.
"Selama tahun 2022, berdasarkan data setelmen sampai 1 Desember 2022, nonresident jual neto Rp 155,1 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 78,20 triliun di pasar saham," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Jumat (2/12).
Masuknya modal asing ke pasar SBN sepanjang pekan ini melanjutkan tren inflow yang pekan sebelumnya yang juga nyaris mencapai Rp 10 triliun. Meningkatnya minat di pasar SBN ini ikut mengungkit nilai tukar, di samping penguatan rupiah juga karena ditopang oleh berbagai sentimen positif pekan ini. Data Bloomberg, rupiah parkir di level Rp 15.426 per dolar AS di penutupan perdagangan Jumat sore. Rupiah menguat 1,6% sepanjang pekan ini.
Apresiasi rupiah sebetulnya sudah dimulai sejak awal pekan ini, tetapi penguatannya signifikan terutama pada perdagangan kemarin. Hal ini sejalan dengan pernyataan dovish dari Gubernur bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell sehari sebelumnya. Powell mengatakan, pihaknya mempertimbangkan mulai memperlambat kenaikan suku bunga pada pertemuan bulan depan.
Pidato Powell ini kemudian didukung oleh rilis beberapa data ekonomi AS sehari setelahnya yang mengindikasikan penurunan pada angka inflasi dan kontraksi dari sisi manufaktur. Inflasi inti PCE, indikator utama yang dipantau The Fed, menunjukan kenaikan yang lebih lambat dari ekspektasi pasar. Secara bulanan inflasi naik 0,2% dan secara tahunan 5%.
Tanda-tanda pelemahan ekonomi AS terlihat dari kinerja manufaktur yang melambat. Rilis ISM, indeks PMI Manufaktur AS November terkoreksi setelah 29 bulan beruntun mencatatkan pertumbuhan. Ini semakin memberikan sinyal dampak lebih lanjut dari kenaikan suku bunga The Fed terhadap perekonomian AS.
"Perkembangan data di AS, khususnya inflasi yang turun, dan data ISM manufaktur yang masuk ke area kontraksi, menimbulkan ekspektasi perlambatan kenaikan suku bunga The Fed," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto kepada katadata.co.id hari ini.
Namun, berbagai sentimen baru itu masih berupa data yang saling terikat atau dependant. Ia juga tidak menampik tanda-tanda semacam turning point atau pembalikan dari indeks dolar mulai muncul.