Perdana Menteri atau PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengundurkan diri pada Kamis (19/1). Ia akan melepaskan jabatannya paling lambat pada Februari 2023.
Pengumuman mengejutkan ini disampaikan Ardern dalam pertemuan kakusus partai pada Kamis (19/1) saat mengkonfirmasi pemilihan nasional untuk Oktober tahun ini.
"Saya tidak lagi memiliki cukup tenaga", ujarnya seperti dikutip dari The Guardian.
Ia mengatakan, sudah waktunya untuk mengakhiri jabatannya sebagai perdana menter. Menurut dia, ada tanggung jawab yang menyertai sejak memutuskan untuk menjabat sebagai perdana menteri, yakni mengetahui kapan dirinya tepat atau tidak tepat untuk di posisi tersebut.
"Saya tahu apa yang dibutuhkan pekerjaan ini. Dan saya tahu bahwa tidak lagi memiliki cukup energi untuk melakukannya dengan adil. Sesederhana itu," ujarnya.
Masa jabatan Ardern sebagai perdana menteri akan berakhir selambat-lambatnya 7 Februari, tetapi dia akan melanjutkan sebagai anggota parlemen hingga pemilihan akhir tahun ini.
“Saya manusia, politisi adalah manusia. Kami memberikan semua yang kami bisa selama kami bisa," katanya.
Ia mengatakan, telah merenungkan keputusan ini selama liburan musim panas, apakah ia memiliki energi untuk melanjutkan perannya saat ini dan menyimpulkan bahwa dia tidak akan melakukannya.
Ardern menjadi kepala pemerintahan wanita termuda di dunia ketika terpilih sebagai perdana menteri pada tahun 2017 di usia 37 tahun. Dia telah memimpin Selandia Baru melewati pandemi Covid-19 dan bencana besar, termasuk serangan teror di dua masjid di Christchurch, dan erupsi vulkanik di White Island.
“Ini adalah lima setengah tahun yang paling memuaskan dalam hidup saya. Tapi itu juga memiliki tantangannya – di antara agenda yang berfokus pada perumahan, kemiskinan anak dan perubahan iklim, kami menghadapi peristiwa teror domestik, bencana alam besar, pandemi global, dan krisis ekonomi,” katanya.
Selama setahun terakhir, Ardern menghadapi peningkatan ancaman kekerasan yang signifikan, terutama dari kelompok ahli teori konspirasi dan anti-vaksin yang marah dengan mandat vaksin dan penguncian Covid-19. Namun, ia menegaskan, ini tidak menjadi alasan keputusannya untuk mundur.
“Saya tidak ingin meninggalkan kesan bahwa kesulitan yang saya hadapi dalam politik adalah alasan orang keluar. Ya, itu memang berdampak. Bagaimanapun juga kita adalah manusia, tapi itu bukan dasar keputusan saya," ujarnya.
Ardern mengatakan, dia tidak punya rencana masa depan, selain menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya. Dia berterima kasih kepada pasangannya, Clarke Gayford dan putrinya Neve, yang dia lahirkan saat menjabat, sebagai "orang yang telah berkorban paling banyak dari kita semua".
“Kepada Neve, ibu sangat menantikan kehadiranmu saat kamu mulai sekolah tahun ini. Dan untuk Clarke, mari kita menikah," ujarnya.
Selandia Baru tengah memasuki tahun pemilihan umum dengan pemungutan suara yang ditetapkan pada 14 Oktober. Jajak pendapat selama beberapa bulan terakhir telah menempatkan partai Buruh yang dipimpin Ardern sedikit di belakang oposisi Nasional.
Ardern juga mengatakan bahwa penurunan tingkat elektabilitas partai dalam jajak pendapat tersebut tidak menjadi penyebab keputusannya untuk mundur.
“Saya tidak pergi karena saya yakin kami tidak dapat memenangkan pemilihan, tetapi karena saya yakin kami bisa dan akan melakukannya, dan kami membutuhkan bahu baru untuk tantangan itu,” katanya.
Namun, siapa yang akan menggantikan Ardern masih belum jelas. Wakil Pemimpin dan Menteri Keuangan Grant Robertson, yang akan dianggap sebagai calon terdepan untuk peran tersebut mengatakan bahwa dia tidak mengincar posisi tersebut.
"Saya tidak mengajukan diri untuk menjadi calon pimpinan Partai Buruh," ujarnya.