Pesinden Soimah Pancawati mengeluhkan perlakuan tidak menyenangkan yang diterimanya dari petugas pajak. Ia bahkan menyebut keluarganya sempat didatangi petugas bersama dengan debt collector. Keluhan Soimah pun direspons Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ditjen Pajak yang menjelaskan fakta di balik polemik tersebut.
Keluhan Soimah melalui konten perbincangan bersama Butet Kartaredjasa yang ditayangkan akun Youtube Mojokdotcom pada Kamis (6/4). Dalam video tersebut, Soimah bercerita mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan beberapa kali dari petugas pajak,
Ia bercerita sempat didatangi petugas pajak pada 2015. Petugas masuk ke rumahnya, membuka pagar tanpa permisi. "Seakan-akan saya mau melarikan diri. Pokoknya, istilahnya saya dicurigai akan dilakukan pemeriksaan apa gitu. Saya menjelaskan, saya pekerja seni. Apa yang harus dicurigai, kan honorarium sudah dipotong pajak, tinggal lapor," ujar Soimah.
Soimah mengatakan, suaminya sampai pusing harus mencatat segala hal untuk mengurus pajak. Petugas pajak tidak percaya begitu saja laporan suaminya tanpa catatan nota. Ia bahkan ketika itu harus menjelaskan terkait bantuannya yang besar kepada keluarga. "Masa saya mau bantu keluarga, saudara-saudara tidak boleh, diminta nota. Jadi tidak percaya, ya iya masa membantu saudara pake nota," katanya.
Cerita lainnya adalah saat membeli rumah seharga Rp 470 juta secara mencicil. Saat kesepakatan, ada masalah dari sisi perpajakan karena pihak pajak tidak percaya menilai harga rumah yang dibelinya berada di harga Rp 650 juta. "Dikira saya menurunkan harga, padahal dibilang harga segitu dan notanya segitu. Seolah-olah juga tidak mungkin Soimah membeli rumah Rp 430 juta. Lah memang ada ukurannya Soimah harus beli rumah harga berapa?" kata dia.
Sementara masalah lain yang juga membuat Soimah kesal adalah terkait pembangunan pendopo. "Pendopo belum jadi, udah dikeliling orang pajak, diukur. Jadi jam 10 pagi sampai 5 sore ngukur pendopo, apa saja diukur, jendela diukur. Direkam, difoto. Saya di Jakarta, jadi sering dapet laporan. Ini petugar pajak atau tukang," ujarnya.
Dari hasil pengukuran petugas pajak tersebut, menurut Soimah, pendopo yang dibangun bernilai hampir Rp 50 miliar. Padahal, ia mengaku belum tahu berapa anggaran yang dihabiskan lantaran pendopo tersebut belum rampung dibangun. "Kalau memang Rp 50 miliar, ya sudah coba dijual, nanti uangnya saya pakai bayar pajak," kata Soimah.
Pernyataan-pernyataan Soimah terkait masalah dengan petugas pajak ini viral di media sosial dan mendapat tanggapan Ditjen Pajak, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengunggah ulang video yang diunggah Ditjen Pajak di akun Instagramnya mengenai polemik terkait masalah Soimah dengan petugas pajak. Ia mengatakan, mendapat kiriman video dari Butet yang mengadu terkait keluhan dan kekesalan Soimah terkait perlakuan "aparat pajak".
"Saya meminta tim Ditjen Pajak melakukan penelitian masalah yang dialami Bu Soimah," kata dia.
Adapun dalam video yang diunggah Ditjen Pajak, mereka meminta maaf kepada Soimah jika merasa mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari petugas pajak. Mereka menyebut kemungkinan ada kesalahpahaman dan memberikan pemaparan terkait masalah tersebut. Ditjen Pajak menekankan, belum ada pegawainya yang pernah bertemu langsung dengan Soimah.
Berikut fakta-fakta terkait masalah Soimah versi Ditjen Pajak:
- Masalah pada 2015 soal pembelian rumah
Mengikuti kesaksian Soimah di notaris, Ditjen Pajak menduga bahwa Soimah sebenarnya berinteraksi dengan instansi di luar kantor pajak yang berkaitan dengan jual beli aset berupa rumah. Menurut Ditjen Pajak, jika ada interaksi yang dilakukan KPP Pratama Bantul, maka interaksi tersebut hanya sebata kegiatan validasi nilai transaksi rumah.
Adapun validasi dilakukan di kantor pajak kepada penjual, bukan pembeli. Ini untuk memastikan bahwa nilai transaksi yang dilaporkan sesuai, yakni harga pasar yang mencerminkan keadaan sebenarnya.
Mengapa ada debt collector?
Menurut Ditjen Pajak, mereka sudah memiliki debt collector sendiri berdasarkan undang-undang, yakni Juru Sita Pajak Negara atau JSPN. Juru sita ini dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas jika ada wajib pajak yang menunggak pajak. Menurut Ditjen Pajak, Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak. Mereka justru mempertanyakan untuk apa petugas membawa debt collector mendatangi Soimah.
Adapun jika terdapat petugas pajak yang memang mendatangi Soimah, menurut Ditjen Pajak, mereka kemungkinan adalah petugas penilai pajak. Menurut UU PPN dan PMK Nomor 61 Tahun 2022, membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200m terutama PPN 2% dari total pengeluaran, seperti halnya pendopo Soimah.
Menurut DJP, petugas pajak melibatkan penilai profesional dalam proses penilaian dasar pengenaan pajak tersebut. Kerja petugas pajak detail dan lama agar hasilnya tidak semena-mena. Adapun hasil penilaian Ditjen Pajak, nilai bangunan pendopo Soimah ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti yang diklaim pesinden tersebut. Soimah dalam laporan sendiri menyatakan pendopo tersebut bernilai Rp 5 miliar. Ditjen Pajak pun memastikan belum ada tagihan terkait PPN tersebut hingga saat ini.
- Keluhan terkait pesan petugas pajak tidak manusiawi mengejar laporan SPT
Pesan tersebut menurut Ditjen Pajak hanya bersifat mengingatkan wajib pajak untuk melapor SPT agar tak terkena sanksi administrasi dan menawarkan bantuan. Chat ini juga dilakukan ke semua wajib pajak
- Masalah pada 2015 soal pembelian rumah