Mayoritas lembaga internasional meramalkan kinerja ekonomi Indonesia tahun ini akan melambat dibandingkan tahun lalu yang melesat 5,3%. Namun beberapa lembaga dalam laporan terbarunya memberikan harapan kemungkinan perlambatan itu tidak sedalam yang diantisipasi sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini antara 5%-5,3%. Prospek itu ditopang konsumsi masyarakat yang relatif masih cukup kuat serta pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan kembali ke zona positif didorong belanja barang yang tumbuh kuat.
Meski demikian, dalam paparannya Sri Mulyani juga memberikan catatan bahwa ada beberapa faktor penekan pertumbuhan. Ini di antaranya investasi bangunan yang masih tertahan sekalipun investasi non bangunan relatif stabil. Tren ekspor juga masih cenderung lambat tetapi perlambatan impor masih akan lebih dalam.
"Dengan keyakinan konsumen yang masih baik, investasi dan dari sisi pertumbuhan ekspor impor yang relatif stabil kemudian neraca dagang juga masih surplus, kita lihat pertumbuhan ekonomi kita relatif stabil," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Maret, Senin (17/4).
Sedangkan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 akan bisa ke atas dalam kisaran proyeksi 4,5-5,3%, dengan kata lain kemungkinan di sekitar 5%. Pertumbuhan tetap kuat ditopang naiknya permintaan domestik dan kinerja ekspor positif.
Jika pemerintah dan BI masih optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa bertahan di sekitar 5%, lalu bagaimana proyeksi sejumlah lembaga internasional? Berikut rangkuman katadata.co.id.
IMF
IMF mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,8% menjadi 5%. Pemulihan yang cepat pada perekonomian Cina diharap memberi efek positif ke Indonesia.
Meski demikian, Indonesia tak bisa menghindari perlambatan dari tahun lalu yang berhasil tumbuh hingga 5,3%. Perlambatan tersebut didorong normalisasi harga komoditas akibat siklus pengetatan moneter yang memukul perekonomian dan permintaan global.
Namun, IMF melihat risiko perekonomian Indonesia saat ini cukup seimbang. Beberapa faktor positif bagi ekonomi Indonesia, yakni pemulihan yang lebih cepat di Cina dan meredanya tekanan inflasi global dapat memperkuat permintaan atas ekspor Indonesia.
Bank Dunia
Bank Dunia juga menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 4,9% dari laporan Januari sebesar 4,8%. Namun pertumbuhan memang akan melambat dari tahun lalu.
Lembaga itu melihat pertumbuhan di Indonesia dan negara Asia Pasifik lainnya masih akan didorong permintaan domestik yang kuat. Konsumsi swasta menghadapi tantangan beban utang dan tekanan pasar uang akibat lingkungan suku bunga global tinggi.
Pengetatan kebijakan moneter global juga akan membebani investasi, ditambah dengan ketidakpastian lingkungan eksternal yang masih tinggi. Kontribusi ekspor ke pertumbuhan juga kemungkinan menurun karena moderasi harga komoditas di tengah pelemahan permintaan.
ADB
Bank Pembangunan Asia (ADB) meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 4,8%, tak berubah dari perkiraan Desember. Pertumbuhan akan ditopang konsumsi domestik yang semakin normal dan didukung penurunan tekanan inflasi.
Meski demikian, tekanan ekonomi global 2023 akan memukul permintaan ekspor sehingga pertumbuhannya tak setinggi tahun lalu. Investasi juga kemungkinan belum menguat karena dunia usaha masih terus melakukan asesmen terhadap kondisi terkini.
OECD
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 4,7%. Proyeksi tersebut tak berubah dari laporan November.
OECD melihat prospek ekonomi negara emerging Asia, termasuk Indonesia, cenderung tidak terlalu terpengaruh oleh perlambatan ekonomi dunia. Hal ini dibantu oleh pemulihan di Cina dan tekanan inflasi yang lebih moderat.
AMRO
Kantor Riset Makro Ekonomi ASEAN+3 atau AMRO memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih kuat dengan kemungkinan tumbuh 5%. Kinerja ini didukung permintaan domestik yang resilien sekalipun prospek global melambat. Inflasi Indonesia juga dinilai relatif terjaga dibandingkan negara lain, bahkan mulai termoderasi belakangan ini.
Prospek jangka pendek Indonesia terbebani oleh risiko perlambatan global dan potensi resesi di beberapa mitra dagang utama. Sementara, krisis energi dunia yang makin parah bisa memperparah inflasi sehingga pengetatan moneter di AS juga berpotensi berlanjut. Meski demikian, ada harapan pelonggaran kebijakan zero Covid-19 di Cina akan menguntungkan Indonesia, salah satunya terhadap sektor pariwisata.