Aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik cukup deras sekalipun perdagangan baru dibuka beberapa hari terakhir usai libur Lebaran. Minat asing yang tinggi tersebut di tengah kekhawatiran pemerintah AS gagal bayar utang yang menurut beberapa ekonom justru mendorong perpindahan investor dari aset dolar ke rupiah.
Bank Indonesia mencatat investor asing beli neto Rp 6,02 triliun di pasar keuangan domestik hanya dalam dua hari perdagangan pekan ini pada 26-27 April. Modal asing tersebut masuk ke pasar SBN sebesar Rp 3,8 triliun dan pasar saham Rp 2,21 triliun. Dengan demikian, aksi beli neto d pasar keuangan domestik sudah mencapai Rp 74,36 triliun sejak awal tahun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, risiko default pemerintah AS karena alotnya pembahasan plafon utang umumnya memberikan sentimen negatif ke pasar keuangan global. Gagal bayar surat utang pemerintah AS alias US Treasury selama ini terkenal sebagai aset paling aman akan mejadi kejutan di pasar.
Josua menilai risiko default tersebut akan mix terhadap pasar keuangan domestik dengan kecenderungan positif. Alasannya, menurut dia, kondisi fundamental pasar obligasi pemerintah Indonesia sangat mendukung terjadinya inflow atau aliran masuk.
"Sejauh ini kecenderungannya akan bias positif untuk Indonesia karena kondisi utang dan fundamental ekonomi kita jauh lebih baik dibandingkan sebagian besar negara maju termasuk Amerika Serikat," kata Josua, Jumat (28/4).
Di sisi lain, ia juga tak begitu risau lantaran risiko default ini sangat kecil. Menurut dia, kebuntuan yang terjadi di pemerintahan AS soal plafon utang pada akhirnya akan menemui keputusan akhir seperti periode-periode sebelumnya. Perdebatan soal plafon utang juga sempat terjadi pada 2021. Namun, Kongres AS pada akhirnya tetap setuju untuk menaikkan batas utang sekalipun memang sempat ada 'drama' di Kongres AS.
Ekonom senior KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana juga melihat hal yang sama. Meski risiko default akan memicu aksi jual besar-besaran di pasar obligasi global, ada peluang dana itu mengalir ke Indonesia. Gagal bayar pemerintah AS bisa mendorong investor mengalihkan modalnya ke negara lain yang dianggap aman, dan kawasan yang memiliki prospek ekonomi cukup baik tahun ini yakni Asia, termasuk Indonesia.
Berbeda, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky melihat default di AS akan merembet ke pasar negara emerging market seperti Indonesia. Sebagai gantinya, dana-dana itu akan mencari aset aman lainnya selain AS seperti ke Jepang maupun Eropa.
"Kita belum tahu seberapa besar kemungkinan AS akan default. Walaupun dalam risiko yang sangat kecil, dampaknya akan besar ke sistem keuangan global baik dari sisi ketidakpastian maupun tingkat bunga yang akan melonjak tinggi karena resikonya akan sangat tinggi," kata Riefky.