Negosiasi plafon utang Amerika Serikat antara Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy kembali buntu pada Senin sore waktu setempat (22/5) atau Selasa pagi WIB (23/5). Amerika Serikat atau AS terancam bangkrut karena gagal bayar utang sebesar US$ 31,4 triliun dalam 10 hari ke depan.
"Saya merasa kami melakukan diskusi yang produktif. Kami belum mencapai kesepakatan," kata McCarthy kepada wartawan setelah satu jam pembicaraan dengan Biden di Kantor Oval, AS, dikutip dari Reuters, Selasa (23/5).
Presiden dari Partai Demokrat dan anggota Kongres dari Partai Republik telah berjuang untuk membuat kemajuan dalam kesepakatan karena McCarthy menekan pemerintah AS untuk menyetujui pemotongan anggaran federal. Namun Biden menganggap bahwa kebijakan tersebut "ekstrim".
Di sisi lain, Biden mendorong pajak baru pada orang kaya yang dimiliki oleh Partai Republik. Namun demikian, usulan tersebut ditolak.
Pemerintah AS hanya memiliki waktu 10 hari hingga 1 Juni 2023, untuk mencapai kesepakatan pembayaran plafon utang. Jika tidak mencapai kesepakatan, AS terancam gagal bayar dan berisiko mengalami resesi.
Sebelum pertemuan dimulai, Biden mengatakan bahwa dia optimistis mereka dapat membuat beberapa kemajuan. Kedua belah pihak membutuhkan kesepakatan bipartisan untuk ditawarkan ke konstituen mereka.
Utang AS Terus Bertambah dalam 100 Tahun
Berdasarkan data yang dikutip dari situs resmi pemerintah AS, Fiscal Data Treasury, menunjukkan utang pemerintah AS selama 100 tahun terakhir telah meningkat dari US$ 408 miliar (Rp6.000 triliun, kurs Rp14.705 per dolar AS) pada 1922 menjadi US$ 30,93 triliun (Rp454.831 triliun) pada tahun fiskal 2022.
Kenaikan utang di AS dari tahun ke tahun rata-rata meningkat US$1-2 triliun. Namun, pada 2019-2020, utangnya meningkat hingga US$4 triliun.
Dalam laporannya, pemerintah mengakui AS memang telah membawa utang sejak awal, terlebih pada perang revolusi Amerika pada 1 Januari 1791. Utang terus bertambah hingga akhirnya pada 1835 menyusut karena penjualan tanah milik federal dan pemotongan anggaran federal.
Tak hanya perang revolusi, perang saudara AS, hingga keterlibatan AS dalam Perang Dunia I juga berkontribusi pada pembengkakan utang.
Lonjakan besar dalam utang juga terjadi karena perang Afganistan dan Irak, resesi ekonomi yang hebat 2008, dan pandemi Covid-19.
"Dari TA (tahun anggaran) 2019 hingga TA 2021, pengeluaran meningkat sekitar 50%, sebagian besar disebabkan oleh pandemi Covid-19," tulis pemerintah AS.
Selain itu, pemotongan pajak, program stimulus, peningkatan pengeluaran pemerintah, dan penurunan pendapatan pajak yang disebabkan oleh meluasnya pengangguran, umumnya menyebabkan kenaikan tajam dalam utang nasional.