BI Diprediksi Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75%, Ini Penyebabnya
Sejumlah ekonom memperkirakan Bank Indonesia masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur hari ini, Kamis (25/5). Sebagian ekonom bahkan memperkirakan bunga acuan belum akan diturunkan pada tahun ini.
Dewan Gubernur BI menggelar rapat bulanannya sejak kemarin Rabu (24/5). Keputusan rapat tersebut dijadwalkan keluar siang ini pukul 14.00 WIB. Seperti dikutip dari Investing, ekspektasi pasar melihat kemungkinan suku bunga tak berubah.
Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, melihat suku bunga akan dipertahankan 5,75% dengan pertimbangan kondisi internal yang baik. Salah satunya adalah inflasi yang masih dalam tren penurunan. Namun demikian, ia belum melihat kemungkinan pemangkasan sampai bank sentral AS, The Fed, juga menurunkannya.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, juga menyebut suku bunga akan tetap pada pertemuan hari ini. Bank Indonesia kemungkinan memprtimbangkan faktor eksternal seperti tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.
Begitu juga dengan Kepala Ekonom BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, yang melihat kondisi di AS akan sangat mempengaruhi kemungkinan penurunan suku bunga di dalam negeri. Ia menilai The Fed masih akan mempertahankan suku bunga tinggi sampai akhir tahun karena pasar tenaga kerja yang masih ketat dan inflasi kemungkinan sulit turun ke target bank sentral 2%.
"Ini juga berarti BI sulit untuk memotong bunga acuannya tahun ini, karena akan dapat berdampak negatif terhadap kurs rupiah," kata dia dalam catatannya, Rabu (25/5).
Dengan demikian, ia meramalkan suku bunga BI bertahan pada level 5,75% sampai akhir tahun ini. Pemangkasan suku bunga kemungkinan baru dilakukan pada kuartal pertama atau kedua tahun depan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut suku bunga BI kemungkinan dipertahankan pada hari ini. Bank sentral mempertahankannya sebagai upaya memastikan ekspektasi inflasi berada dalam lintasan target BI.
Alasan lainnya, rupiah masih perlu dijaga di tengah sentimen global yang berkembang bukan hanya The Fed tetapi juga isu plafon utang AS dan prospek perlambatan ekonomi Cina.
"Meskipun rupiah memang mampu stabil di kisaran Rp 14.700-Rp 15.000 per dolar dalam sebulan terakhir, namun risiko global masih cenderung meningkat sehingga BI masih perlu menjaga stabilitas nilai tukar dalam jangka menengah," ujarnya.