Belanja Negara Bakal Lampaui Pagu, Dampak Biaya IKN hingga Pemilu

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nym.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) berbicara saat rapat dengan Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
10/7/2023, 18.35 WIB

Kementerian Keuangan memperkirakan realisasi belanja negara tahun ini akan melampaui pagu terutama didorong belanja pemerintah pusat. Belanja kementerian dan lembaga akan jauh lebih besar karena akselerasi untuk membiayai Ibu Kota Negara (IKN) hingga persiapan Pemilu 2024.

Belanja negara tahun ini diperkirakan sebesar Rp 3.123,7 triliun. Realisasi tersebut naik 0,9% dari tahun lalu dan lebih besar Rp 27 triliun atau 2% dari pagu yang disediakan.

Realisasi yang lebih besar itu didorong tingginya belanja pemerintah pusat, utamanya oleh kementerian dan lembaga (K/L) yang mencapai 8,5% lebih besar dari pagu. Realisasi belanja K/L diperkirakan Rp 1.085,8 triliun.

"Ini lebih tinggi sedikit dari pagu anggaran tahun 2023 karena kami memperkirakan banyak K/L yang mengakselerasi belanja di semester dua terutama untuk infrastruktur, IKN, Pemilu dan bansos," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (10/7).

Belanja yang lebih besar dari pagu tahun ini juga dipengaruhi pemberian sejumlah bansos tambahan. Seperti diketahui, pemerintah menyalurkan bantuan berupa beras, telur dan daging ayam selama tiga bulan berturut-turut pada semester pertama lalu.

Sedangkan, belanja pemerintah pusat melalui non K/L diperkirakan hanya 97,4% atau lebih rendah dari pagu yang disediakan. Nilai serapannya kemungkinan sebesar Rp 1.212,8 triliun. Belanja pusat non K/L ini terutama untuk penyaluran subsidi dan kompensasi energi seperti BBM, listrik dan LPG 3 Kg.

Belanja negara berupa transfer ke daerah atau TKD tak banyak berubah. Serapannya diperkirakan sebesar Rp 825,4 triliun atau 1,3% lebih tinggi dari pagu.

Penyaluran dana ke pemerintah daerah itu lebih besar dari pagu dipengaruhi adanya penyelesaian kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH). Faktor lainnya yang mempengaruhi besaran TKD yakni perubahan pada aturan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU), realisasi dana otsus dan dana keistimewaan yang akan terserap penuh.

Belanja berupa TKD juga akan terpengaruh adanya tambahan pengeluaran di semester kedua ini. Ini terutama karena adanya tambahan DBH sebesar Rp 3,4 triliun untuk penyaluran jenis DBH baru untuk sawit, adanya insentif fiskal Rp 3 triliun untuk daerah berprestasi serta insentif bagi desa senilai Rp 2 triliun.

Meski total belanja negara tahun ini lebih besar dari pagu, defisit APBN diramal tetap bisa ditekan. Realisasi defisit sampai akhir tahun diperkirakan sebesar Rp 486,4 triliun atau 2,28% dari PDB. Realisasi ini lebih rendah dari target sebesar 2,84%.

Hal ini karena realisasi pendapatan lebih moncer dibandingkan belanja. Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 2.637,2 triliun atau 7,1% lebih tinggi dari target.

Kinerja moncer tersebut terutama berasal dari setoran pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masing-masing 5,8% dan 16,9% lebih tinggi dari target. Ini mengkompensasi setoran dari kepabeanan dan cukai yang tak mencapai target.

Reporter: Abdul Azis Said