Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat pada tahun depan. Dolar Amerika Serikat (AS) akan bergerak pada rentang Rp 14.600 - Rp 15.100 sepanjang 2024.
"Kami perkirakan nilai tukar rupiah tahun ini dalam rentang Rp14.800-15.200 dan tahun depan menguat Rp 14.600-Rp 15.100," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (29/8).
Perry menjelaskan bahwa penguatan rupiah didukung oleh beberapa faktor, seperti inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta imbal hasil yang menarik.
“Selain itu, semakin banyaknya devisa hasil ekspor dari sumber daya alam (DHE SDA) yang masuk, sehingga bisa memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah,” katanya.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2023 yang mewajibkan para eksportir sumber daya alam (SDA) dari empat sektor untuk membawa pulang dan menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri selama minimal tiga bulan. Kebijakan ini diperkirakan bisa mendorong aliran masuk valas mencapai US$ 60 miliar per tahun.
Adapun empat sektor yang wajib membawa pulang devisa, yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, nilai ekspor dari empat sektor tersebut mencapai US$ 203 miliar pada tahun lalu. Dengan ketentuan wajib repatriasi 30%, Airlangga menghitung potensi devisa ekspor yang akan masuk ke dalam negeri mencapai US$ 60 miliar Namun jika menghitung dari seluruh sektor usaha, di luar empat yang wajib tersebut, maka potensi dolar hasil ekspor yang masuk dapat mencapai US$ 100 miliar setahun.
"Sektor tertinggi memang pertambangan yang nilai ekspornya tahun lalu mencapai US$ 129 miliar, terutama karena sektor batu bara menyumbang hampir 36% dari sektor pertambangan," kata Airlangga dalam konferensi pers dengan media di kantornya, Jumat (28/7).
Sementara dalam hitungan Kementerian Keuangan, potensi nilai ekspor yang wajib 'mudik' hanya sekitar US$ 40-49 miliar. Hal ini mempertimbangkan kebijakan yang hanya mewajibkan repatriasi untuk nilai ekspor di atas US$ 250 ribu dan hanya 30% dari nilai ekspor. Dengan ketentuan wajib disimpan di dalam negeri selama tiga bulan, kantor Sri Mulyani memperkirakan tambahan likuiditas valas akibat kebijakan ini sekitar US$ 10-12 miliar
Adapun ketentuan mengenai kewajiban untuk membawa pulang devisa ekspor SDA tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36 2023. Empat sektor wajib bawa pulang devisa, namun khusus yang memiliki nilai pemberitahuan pabean ekspor (PPE) di atas US$ 250 ribu. Nilai yang wajib dibawa pulang minimal 30% dan ditahan di lembaga keuangan di Indonesia minimal selama tiga bulan.