Sri Mulyani Soroti Lonjakan Harga Minyak saat Komoditas Lain Lesu

Katadata - Arief Kamaludin
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, kenaikan harga minyak terutama didorong oleh sinyal dari Arab Saudi dan Rusia yang memang melakukan pengendalian dan pengurangan suplai minyak.
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Agustiyanti
21/9/2023, 10.11 WIB

Harga minyak dunia melonjak hampir 10% sepanjang tahun ini mendekati U$ 95 per barel. Menteri Keuangan Sri Mulyani mencermati dampak kenaikan harga minyak yang berlangsung cepat di tengah harga komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit mentah atau CPO dan batu bara masih lesu. 

Ia menjelaskan, kenaikan harga minyak yang melonjak pada bulan ini menjadi perkembangan yang terus dipantau. Berdasarkan catatannya, harga minyak mentah Brent telah naik 9,8% sepanjang tahun ini mendekati US% 95 per barel. 

“Kita semuanya mengikuti bahwa pergerakan harga minyak ini ditentukan oleh sinyal dari Arab Saudi dan Rusia yang memang melakukan pengendalian dan pengurangan suplai minyak,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (20/9).

Menurut dia, kenaikan harga minyak tak hanya dipengaruhi oleh pasokan yang berkurang tetapi juga oleh permintaan yang tetap tinggi di Amerika Serikat dan Cina meski outlook ekonomi dunia lebih lesu. Ekonomi AS diperkirakan tetap kuat di tengah hantaman inflasi dan suku bunga tinggi. 

“Di Cina, meskipun ekonominya melemah, permintaan terhadap minyak tidak menurun, bahkan naik,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, menurut Sri Mulyani, harga komoditas utama Indonesia lainnya masih mencatatkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini memang tak seperti biasanya lantaran kenaikan harga minyak biasanya diiringi oleh harga komoditas terkait energi lainnya. 

Ia mencatat, harga CPO sudah turun 15,6% sepanjang tahun ini. Harga gas dan batu bara bahkan telah anjlok mencapai 30,7% dan 56,8% sepanjang tahun ini. Harga komoditas lain yang biasanya mengiringi kenaikan harga minyak seperti gandum juga masih turun 26,7% sepanjang tahun ini, demikian pula dengan  jagung dan kedelai masing-masing 20% dan 7,1%.

Pergerakan harga komoditas, termasuk minyak berdampak pada realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini. Penerimaan pajak yang masih sempat tumbuh dua digit pada awal tahun ini mulai melambat dan tercatat naik 6,4% secara tahunan pada Agustus 2023 mencapai Rp 1.246,9 triliun. Pertumbuhan yang melambat ini, antara lain disebabkan oleh Pajak penghasilan minyak dan gas atau PPh migas yang turun 10,58% menjadi Rp 49,1 triliun,

Kinerja pendapatan negara bukan pajak atau PNBP sumber daya alam migas hingga Agustus 2023 juga anjlok dari Rp 105,2 triliun pada Agustus 2022 menjadi Rp 77 triliun. Penurunan PNBP tersebut, antara lain juga disebabkan oleh penurunan lifting minyak dan gas. 

Reporter: Zahwa Madjid