Menteri Keuangan Sri Mulyani mengimbau masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk waspada menghadapi gejolak ekonomi global, termasuk fluktuasi ekonomi yang terjadi di Cina.
Salah satu yang harus diwaspadai ialah kondisi pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat. Menurut dia, hal yang perlu dicermati bukan hanya penyebab perlambatan ekonomi, tetapi juga dampaknya terhadap ekonomi di kawasan, termasuk Indonesia.
"Properti Cina bermasalah serius, seperti yang diberitakan ada 50 perusahaan di Cina bidang properti mengalami kesulitan keuangan bahkan gagal bayar," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (25/10).
Padahal, Cina merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Negeri Tirai Bambu juga menjadi motor pertumbuhen ekspor dari banyak negara, termasuk Indonesia. Kondisi ini otomatis berpengaruh negatif pada aktivitas ekspor Indonesia.
"Jadi pelemahan ekonomi di Cina tentu mempengaruhi pertumbuhan ekspor di Indonesia juga," kata Sri Mulyani.
Tak hanya Cina, Bendahara Negara juga meminta seluruh pihak untuk waspada terhadap gejolak ekonomi yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan negara kawasan Eropa.
Di AS misalnya, terjadi gejolak di pasar obligasi pemerintah bertenor 10 tahun pada September dan Oktober. Imbal hasil obligasi pemerintah AS melonjak sampai 5% untuk pertama kali sejak 2007. Padahal biasanya suku bunga AS tercatat rendah sejak krisis keuangan global 2008 lalu.
Tantangan juga berasal dari gejolak politik internal di AS terkait kepemimpinan kongres yang kosong. Menurut Sri Mulyani, kepemimpinan ini juga akan mempengaruhi kecepatan putusan legislasi dan pemerintahan di AS dalam merespons masalah-masalahnya.
Beberapa negara di kawasan Eropa juga mengalami situasi sulit, termasuk inflasi yang tinggi akibat perang Ukraina dan Rusia, serta konflik Israel dan Hamas yang terjadi baru-baru ini. Situasi geopolitik yang tak kondufis membuat harga minyak dan harga pangan meningkat.
Kondisi tersebut menyebabkan bank sentral di Eropa cenderung hawkish atau keras dalam menentukan kebijakan keuangan, salah satunya menaikkan suku bunga dalam waktu cukup lama.
"Kondisi ini akan mengancam Eropa yang akan mengalami resesi. Sekarang Jerman mengalami zona kontraksi yang akan masuk zona resesi," ujar Sri Mulyani.
Menurut dia, ketidakpastian ekonomi global turut meningkatkan risiko bagi ekonomi domestik. "Ini memberikan dampak rembesan ke dalam negeri yang mempengaruhi nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi, karena volatilitas pasar keuangan berdampak ke sektor riil," papar Sri Mulyani.