Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan perubahan pemeriksaan barang impor dari setelah pelabuhan atau post border menjadi di pelabuhan atau border tidak akan mengubah waktu tunggu bongkar muat pelabuhan atau dwelling time. Langkah pengetatan impor ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo pada awal bulan ini.
Airlangga mencatat, terdapat 6.910 pos tarif yang harus diperiksa oleh aparat lantaran masuk dalam aturan larangan atau pembatasan impor. Untuk diketahui, total pos tarif yang diakui oleh pemerintah mencapai 11.415 pos tarif.
"Pos tarif yang diperiksa terdiri dari 3.662 pos tarif yang diperiksa di border dan 3.248 pos yang diperiksa di post-border. Dengan demikian, tentu ada tambahan pos tarif yang akan diatur berdasarkan rapat dengan presiden," katanya di Komplek Tempat Penimbunan Bea dan Cukai Cikarang, Kamis (26/10).
Airlangga mengatakan, tujuan perubahan titik pemeriksaan tersebut adalah pengetatan pengawasan impor. Ia menyampaikan kajian perubahan aturan tersebut tidak mengubah waktu dwelling time. Dwelling time merupakan waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (kontainer) dibongkar muat dan diangkat (unloading) dari kapal sampai petikemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama
Mengutip Antara, dwelling time secara nasional pada 10 Oktober 2023 mencapai 2,52 hari, naik dibandingkan Juli 2023 selama 2,67 hari, Ddwelling time secara nasional mencapai 2,84 hari pada tahun lalu, sedangkan pada 2017 angka tersebut mencapai 4,06 hari.
Airlangga menilai, aturan titik pemeriksaan tersebut dapat diubah kembali dari post-border menjadi border. "Kami lihat dari hasil perubahan, titik pemeriksaan ini nanti," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengumumkan bahwa pemerintah akan memperketat pengawasan sejumlah daftar kode barang atau Harmonized System (HS). Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi impor barang konsumsi yang membanjir, termasuk melalui penjualan di sosial media.
Dia menjelaskan, berbagai langkah terus dan akan ditingkatkan untuk mengatasi impor barang konsumsi tersebut. Salah satunya, dengan mengubah sistem lalu lintas barang dari pemeriksaan setelah pelabuhan menjadi di pelabuhan terhadap produk tertentu sebanyak 327 HS. Produk yang dimaksud, antara lain mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional dan suplemen kesehatan. Selain itu, terdapat pula produk pakaian jadi, dan aksesoris pakaian jadi sebanyak 328 HS, serta produk tas 23 HS.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W Kamdani mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan tersebut karena mayoritas barang yang diimpor ke dalam negeri adalah bahan baku dan bahan penolong. Shinta mencatat, sekitar 70% dari total bahan baku yang digunakan pabrikan lokal masih bergantung pada impor. Sementara itu, 90% bahan pembantu masih didatangkan dari luar negeri.
"Ini artinya pengetatan akan berpengaruh pada proses produksi di dalam negeri. Jadi, kita mesti berhati-hati dalam unsur pengetatan impor ini," kata Shinta dalam konferensi pers, Rabu (11/10).