Komoditas beras menjadi penyumbang inflasi terbesar dalam tiga bulan terakhir. Secara akumulasi, kenaikan harga beras menyumbang inflasi 0,49% sepanjang tahun ini.
“Beras merupakan komoditas penyumbang andil inflasi terbesar sejak Agustus sampai Oktober 2023,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers BPS, Rabu (1/11).
Pudji mengatakan beras menjadi salah satu penyumbang inflasi Oktober 2023 terbesar dengan andil 0,06%. Tak hanya itu, beras juga menjadi salah satu komoditas utama penyebab inflasi komponen volatile food dengan inflasi 1,72% dan andil 0,06%.
Ini diikuti oleh cabai rawit yang sepanjang Oktober 2023 mengalami inflasi 19,59% dengan andil 0,03%, dan cabai merah mengalami inflasi 3,98% dengan andil 0,01% terhadap inflasi Oktober 2023.
Dari 90 kota indeks harga konsumen (IHK), inflasi beras masih terjadi di 87 kota. “Terdapat 87 kota IHK inflasi beras, 2 kota deflasi, dan 1 kota stabil,” ujar Pudji.
Pudji menjelaskan, secara historis, pada 2020-2022 terlihat adanya pola yang serupa, yakni terjadi beberapa kali deflasi komponen volatile food di semester kedua. Namun, hal ini berbeda dengan tahun 2023, komponen volatile food baru deflasi satu kali, yakni pada Agustus.
“Meski demikian, level inflasi volatile food pada 2023 relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya,” kata Pudji.
Kenaikan harga beras paling tinggi terjadi di tingkat penggilingan. Gabah kering panen secara bulanan meningkat 5,16% dan meningkat 27,95% secara tahunan. Gabah kering giling meningkat 4,29% secara bulanan dan 30,77% secara tahunan.
Dari sisi rata-rata harga beras di penggilingan, grosir, dan eceran juga meningkat sepanjang Oktober 2023. Harga rata-rata beras pada penggilingan meningkat 3,31% secara bulanan dan 29,24% secara tahunan.
Harga rata-rata beras di grosir meningkat 2,13% secara bulanan dan 21,64% secara tahunan, serta harga beras eceran meningkat 1,72% secara bulanan dan 19,12% secara tahunan.