Petani Gurem RI Naik Jadi 16,89 Juta, Terbanyak di Yogyakarta - Papua

ANTARA FOTO/Basri Marzuki/Spt.
Buruh tani mencabut bibit padi dari persemaian untuk persiapan tanam di Desa Baluase, Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (29/11/2023). Setelah menunggu beberapa waktu karena kemarau, para petani di wilayah itu bersiap menamam padi musim tanam terakhir 2023 menyusul mulai turunnya hujan.
4/12/2023, 17.50 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di Indonesia yang bertani di pekarangan rumah atau menjadi petani gurem terus meningkat. Tercatat 16,89 juta rumah tangga adalah petani gurem pada 2023. Jumlah ini meningkat 2,64 juta bila dibandingkan data 2013.

Pada Sensus Pertanian 2013, jumlah petani gurem tercatat 14,25 juta atau sekitar 55,33% terhadap RTUP penggunaan lahan di Indonesia. Artinya, terjadi peningkatan petani gurem secara signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Hal ini berdasarkan Sensus Pertanian 2023 (ST2023) pada pada periode 1 Juni 2023 - 31 Juli 2023. ST2023 merupakan sensus pertanian ketujuh yang dilaksanakan BPS, sejak dimulai pada 1963.

Sekretaris Utama BPS RI (Sestama) Atqo Mardiyanto menyebut petani gurem di Jawa paling banyak ditemui di Yogyakarta mencapai 87,75%. Meski tinggi, angka tersebut tersebut turun 13,91% dibandingkan dengan sensus sebelumnya.

"Untuk di Jawa, paling tinggi di Yogyakarta karena petani gurem ada kaitannya dengan lahan, tentu kita paham yang lahannya sempit [di Pulau Jawa] di Yogyakarta," ujar Atqo kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/12).

Di pulau Kalimantan, wilayah Kalimantan Selatan memiliki persentase petani gurem tertinggi sebesar 42,41%. Jumlah ini naik 39,95% dibandingkan sensus 10 tahun lalu.

Sementara persentase RTUP gurem paling tinggi di Pulau Bali-Nusa Tenggara terdapat di Bali sebesar 69,32%. Tak berbeda dengan Yogyakarta, angka petani gurem di Bali telah turun 3,02%.

Di Pulau Selawesi, petani gurem paling banyak ditemui di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 41,23% atau naik 20,62% dari ST2013.

Terakhir, persentase petani gurem paling tinggi ditemui di Maluku dan Papua, khususnya Papua Pegunungan, sebesar 98,63% atau hampir seluruhnya petani gurem.

Atqo menjelaskan bahwa terdapat kemungkinan penurunan penggunaan lahan para petani gurem. Hal ini menyebabkan jumlah petani gurem juga ikut tergerus.

“Kalau dijual mungkin, tapi mungkin tadinya untuk pertanian, sekarang engga. Jadi lahan pertanian banyak berkurang. Bisa dijual, bisa diwariskan. Kalau diwariskan misalkan bisa jadi enggak untuk pertanian lagi kan. Jadi banyak perubahan,” katanya.

Sebaliknya, provinsi Aceh menjadi daerah spasial dengan kenaikan petani gurem tertinggi atau sekitar 57,68% atau naik 60,50% pada 2013.

Diikuti provinsi Kalimantan Selatan mencatatkan 42,41% persentase petani gurem atau naik 39,95%. Kemudian provinsi Sulawesi sekitar 41,23% petani gurem atau naik 20,62%.

Sebagai informasi, rumah tangga usaha pertanian erat hubungannya dengan penggunaan lahan dalam pengusahaan komoditas pertanian. Lahan sangat penting dalam sektor pertanian karena merupakan salah satu faktor produksi bagi usaha pertanian.

Selama satu dekade terakhir, RTUP yang menggunakan lahan mengalami peningkatan dari 25,75 juta rumah tangga pada sensus pertanian 2013 menjadi 27,76 juta rumah tangga pada sensus pertanian 2023 dengan persentase peningkatan sekitar 7,25%.

Reporter: Zahwa Madjid