Kementerian Keuangan mencatat keseimbangan primer APBN 2023 surplus sebesar Rp 92,2 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa surplus tersebut merupakan yang pertama dalam lebih dari satu dekade.
"Ini adalah surplus kesimbangan primer pertama kali sejak 2012," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers realisasi APBN 2023, Selasa (2/1).
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan keseimbangan primer?
Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Sri Mulyani menjelaskan, keseimbangan primer pada 2023 sebelumnya didesain defisit sebesar Rp 156,8 triliun dalam APBN. Namun, target tersebut direvisi menjadi sebesar Rp 38,5 triliun, lebih rendah dari target dalam APBN. “Sekarang di 2023 keseimbangan primer positif Rp92,2 triliun, ini pembalikan yang luar biasa,” ujar Sri Mulyani.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan surplus keseimbangan primer tidak selamanya mengindikasikan hal yang positif. Keseimbangan primer surplus bisa juga terjadi karena pemerintah tidak melakukan ekspansi fiskal dengan baik atau banyak pendapatan negara yang akhirnya digunakan untuk mengurangi beban utang.
“Kenapa defisit negatif karena selisih dari surplus keseimbangan primer ditambah dengan beban pokok bunga utang akhirnya menjadi defisit jadi seperti itu ini yang kemudian defisit kita menjadi kecil di tahun 2023,” ujar Tauhid kepada Katadata.co.id, Rabu (3/1).
Ia menjelaskan, surplus keseimbangan primer juga bisa saja terjadi akibat belanja negara yang tidak mencapai target pemerintah dan/atu tidak optimal. Artinya, penerimaan negara sangat tinggi namun belanja negara minim.
“Makanya surplus karena belanja nya di bawah target pemerintah. Misalnya harusnya bisa bangun jalan, tidak bisa, ditunda. Keseimbangan primer surplus karena belanja negara tidak tercapai itu tidak bagus kalau di bawah 95% kan tidak optimal,” ujar Tauhid kepada Katadata.co.id, Rabu (3/1).
Namun demikian, realisasi belanja negara sepanjang 2023 mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102,2% dari target APBN sebesar Rp3.061,2 triliun dan 100,2% dari target yang dinaikkan dalam Perpres No. 75/2023 sebesar Rp3.117,2 triliun.
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai surplus keseimbangan primer terjadi karena target belanja pada 2023 lebih rendah dibandingkan 2022. Pemerintah melakukan penyesuaian pos-pos belanja yang sifatnya temporer untuk kebutuhan pandemi covid-19.
“Di saat yang bersamaan, penerimaan negara ternyata tidak begitu jelek. Pertumbuhan dari sektor pajak maupun nonpajak itu dapat membiayai segala kebutuhan belanja yang direncanakan di sepanjang tahun 2023,” ujarnya.
Mengapa APBN masih bisa defisit saat pendapatan primer surplus?
Meski keseimbangan primer surplus, APBN 2023 masih mencatatkan defisit sebesar Rp 347,6 triliun. Menurut Yusuf, hal ini terjadi karena penerimaan negara tak cukup jika digunakan untuk belanja negara yang mencakup pembayaran bunga utang.
“Sebenarnya kondisi ini juga semakin mempertegas bahwa bunga utang perlu menjadi perhatian tersendiri mengingat hal tersebut yang menjadikan faktor defisit pada APBN,” ujarnya.
Ia pun menilai, pemerintah harus memperhatikan belanja pembayaran bunga utang saat menarik utang baru. Ia mencontohkan, pemerintah perlu melakukan penyesuaian penarikan utang ketika tren suku bunga tinggi.
“Agar di kemudian hari penarikan utang ini tidak bermuara terhadap penambahan jumlah bunga utang yang besar untuk dibayarkan pemerintah nantinya,” ujar Yusuf.
Adapun pemerintah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 407 triliun. Realisasi ini anjlok dibandingkan rencana awal yang mencapai Rp 696,3 triliun maupun revisinya dalam Perpres 75/2023 sebesar Rp 421,2 triliun. Realisasi pembiayaan ini turun 41,5% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 696 triliun.