Cerita Pemilik Black Owl, Omzet Turun Imbas Pajak Hiburan Naik 40%

Katadata
Black Owl Kitchen Bar and Lounge
26/1/2024, 16.59 WIB

Pengusaha kelab malam mengeluhkan kenaikan pajak hiburan sebesar 40%-75%. Sebab, kenaikan tarif tersebut berimbas pada keberlangsungan bisnis mereka ke depan. Hal ini turun dialami oleh Black Owl Kitchen Bar and Lounge.

Komisaris Utama Black Owl Kitchen Bar and Lounge Efrat Tio mengatakan, bisnisnya menanggung rugi besar karena kenaikan pajak hiburan. Di antaranya, omzet dan pengunjung turun hingga 30%-40%.

Namun ia tak merinci berapa omset yang didapat Black Owl per bulan. Yang jelas, penurunan omzet ini disebabkan karena banyak pengunjung yang mengira pajak di Owl Kitchen sudah naik.

"Orang yang mau reservasi saja tanya, ini pajaknya udah 40% atau yang lama? Kalau udah 40%, tidak jadi reservasi. Karena, ada yang mau buat event di tempat kita bulan depan, dia mau booking, tapi buat surat pernyataan dulu pajak 40% tidak dikenakan, kalau nggak, dia akan batal," kata Efrat di depan kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (26/1).

Walau pun sudah dijelaskan, Efrat mengaku, jumlah pengunjung sudah turun signifikan sekitar 30%-40%. Jika pajak ini diterapkan, maka dikhawatirkan jumlah pengunjung akan makin sepi.

Mengantisipasi hal tersebut, beberapa pengusaha tengah mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Efrat memperkirakan, proses tersebut akan berlangsung lama sehingga berpotensi mematikan usaha di jasa hiburan.

Maka dari itu, pihaknya meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk segera memberikan insentif pajak hiburan. Jika tidak, nasib bisnis dan karyawan bisa dipertaruhkan.

"Karyawan yang terdampak hampir 1.000. Kalau sampai, harus tutup kena lay off. Kita sedang membangun 4 outlet, kalau aturan ini diterapkan, kami akan batalkan [outlet baru]," kata dia.

Hotman Paris Khawatir Pariwisata Akan Berimbas

Kekhawatiran juga dirasakan oleh Hotman Paris. Pengusaha kelab malam Atlas di Bali ini menilai, kenaikan pajak ini dapat melemahkan pariwisata di Bali. Padahal para turis mancanegara yang sudah mengeluarkan banyak uang namun terbebani biaya besar karena pajak naik.

"Turis itu, dari mulai datang naik pesawat, [Indonesia sudah) dapat uang [dari turis]. Turun di bandara naik taksi [Indonesia] dapat uang. Dari restoran, UMKM yang menyumplai cabai [dapat] uang," kata Hotman.

Di sisi lain, Hotman mencurigai bahwa ada oknum tertentu yang ingin bisnis hiburan seperti kelab malam ditutup. Jika bisnis tersebut gulung tikar, maka ribuan masyarakat Bali akan terdampak.

"Masyarakat Bali akan mengamuk kalau sampai bisnis club malam di Bali tutup, karena ribuan turis itu kalau malam emang dia tidur? Dia kan pergi ke club malam," ujarnya.

Kebijakan Pajak Hiburan Terbaru

Sebelumnya, pungutan pajak hiburan sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Sehingga, ini bukan merupakan jenis pajak baru.

Yang membedakan, dalam aturan lama, pemerintah tidak menetapkan batas bawah tarif pajak hiburan dan hanya mengenakan batas atas untuk jenis hiburan khusus sebesar 75%.

Selain itu, dalam aturan lama, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan pajak paling tinggi 10%.

Baru kemudian ada penyempurnaan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Dalam aturan tersebut, tarif pajak hiburan yang ditetapkan paling tinggi akhirnya turun, dari 35% menjadi 10%. Tapi khusus pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi/spa dikenakan 40%-75%.

Reporter: Zahwa Madjid