Nilai tukar rupiah melemah 0,07% pada perdagangan Selasa (30/1) ke level 15.837 per dolar Amerika Serikat. Analis pasar uang Lukman Leong memprediksi, rupiah hari ini berpotensi menguat seiring melemahanya dolar AS setelah data manufaktur Dallas Fed yang tidak sesuai ekspektasi.
“Namun penguatan akan terbatas, investor cenderung wait and see menjelang FOMC,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id, Selasa (30/1).
Lukman juga menilai pergerakan rupiah juga masih akan tertekan oleh kekhawatiran pasar menjelang pemilihan umum presiden 2024.
“Berpotensi kuat melewati 16.000 apabila tidak diintervensi Bank Indonesia (BI). Inflasi masih cukup stabil di dalam target BI, namun bukan lagi sebagai faktor yang menentukan tingkat suku bunga B,” ujarnya.
Adapun sejumlah mata uang Asia menguat terhadap dolar AS. Melansir Bloomberg, baht Thailand menguat 0,11%, ringgit Malaysia menguat 0,10%, peso Filipina menguat 0,01%, dolar Singapura menguat 0,06%,dolar Hong Kong menguat 0,01%, dan yuan Jepang menguat 0,11%.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra menilai peluang penguatan rupiah ada namun tidak besar. Pelaku pasar masih mewaspadai hasil the Fed di Kamis dinihari nanti. Pagi ini, indeks dolar AS terlihat bergerak sedikit melemah dibandingkan pagi sebelumnya, 103,4 vs 103,6.
“Ada ekspektasi berkembang di pasar bahwa pernyataan the Fed mungkin akan lebih dovish atau sudah menghilangkan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan tahun ini pada pengumuman hasil keputusan rapat kebijakan moneter,” ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (30/1).
Di sisi lain, ketegangan geopolitik global masih membayangi pergerakan pasar keuangan. Konflik yang setiap saat memanas bisa mendorong pelaku pasar masuk kembali ke aset aman di dolar AS dan emas.
Ariston memprediksi, mata uang garuda bakal menguat ke kisaran support 15.800, dengan potensi pelemahan ke kisaran 15.850 hari ini.