Salip Bath dan Peso, Rupiah Diprediksi Menguat di Kuartal II 2024

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampikan laporan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024). KSSK melaporkan hasil rapat berkala KSSK I Tahun 2024 bahwa stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap stabil di tengah risiko pelambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian pasar keuangan global karena didukung kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resiliensi dan sinergi serta koordinasi dari seluruh komponen KS
30/1/2024, 17.56 WIB

Bank Indonesia (BI) optimis nilai tukar rupiah akan menguat pada kuartal II 2024. Hal ini didukung dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju termasuk menurunnya tekanan dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menilai, penguatan rupiah juga didorong oleh kebijakan moneter yang pro market dalam rangka menjaga aliran masuk portofolio asing dan pendalaman pasar uang.

Hal ini didukung aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Hingga 12 Januari 2024, aliran portofolio asing mencapai Rp 15,39 triliun yang terdiri surat berharga negara (SBN) Rp 2,58 triliun, saham Rp 6,04 triliun dan Rp SRBI 6,89 triliun. Nilai tukar rupiah sepanjang 2023 juga menguat.

“Nilai tukar rupiah hingga akhir Desember 2023 menguat 1,1% yoy dan ini lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain termasuk baht Thailand maupun peso Filipina, penguatan ini juga didukung oleh stabilisasi BI dan kembali masuknya aliran portofolio asing,” ujar Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (30/1).

Fundamental Permintaan dan Penawaran Rupiah

Perry menjelaskan, bahwa perkembangan ekonomi termasuk nilai tukar dipengaruhi oleh dua faktor utama. Yakni faktor fundamental penawaran, permintaan serta pemberitaan.

Misalnya saja, perkembangan harga inflasi sangat dipengaruhi oleh faktor permintaan, penawaran dan pemberitaan. Bisa saja permintaan dan penawaran terkendali tapi bisa terpengaruh dengan adanya pemberitaan yang beredar. 

Perry mencontohkan, jelang hari keagamaan besar nasional seperti Idulfitri dapat memengaruhi kenaikan harga barang-barang di pasaran.

“Begitu juga nilai tukar, secara fundamental mestinya menguat. Buktinya dari fundamental karena neraca perdagangan kita surplus terus, supply nya juga banyak. Surplus perdagangan berarti hasil ekspor dan permintaan valas untuk impor lebih banyak ketimbang valas dari ekspor karena surplus perdagangan,” ujarnya.

Penguatan Rupiah Terjadi di Semester II 2024

Maka dari itu, Perry memperkirakan penguatan rupiah akan terjadi pada semester II 2024, atau bukan terjadi dalam jangka waktu dekat. Karena, terdapat faktor-faktor pemberitaan yang memengaruhi pergerakan nilai tukar di seluruh dunia.

Sebagai contoh, dalam dua minggu terakhir terdapat banyak pemberitaan pasar memprediksi suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve Fed Fund Rate (FFR) akan turun.

Bahkan ada pihak yang mengatakan suku bunga acuan akan turun pada kuartal pertama atau kedua, tapi ternyata berbeda dengan data-data terakhir FFR FOMC. Untuk itu, pihaknya meminta untuk sabar dan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga.

“Kita monitor Minggu ini, nanti statement nya kaya apa. Ini faktor berita yang membawa [rupiah] tempo hari melemah DAN menguat lagi. Tempo hari indeks dolar sudah turun dari 103 ke 102, naik lagi ke 103 malah di atas 103,” ujar Perry.

Reporter: Zahwa Madjid